JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Menolak pembayaran tunai bisa dipidana karena melanggar kewajiban penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia.
Bayangkan Anda masuk ke sebuah toko, membawa lembaran uang
seratus ribuan yang masih hangat dari ATM. Anda ingin membeli barang, tapi
kasir berkata, “Maaf, kami hanya terima QRIS.” Anda terdiam. Uang Anda sah,
tapi ditolak. Di negeri sendiri, dengan mata uang sendiri, Anda dianggap “tidak
layak bayar”.
Pertanyaannya: bolehkah menolak pembayaran tunai?
Jawabannya: tidak. Bahkan bisa dipidana.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang secara
tegas menyatakan:
Pasal 21 ayat (1):
“Setiap orang wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pasal 23 ayat (1):
“Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang
dilakukan di wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Artinya, menolak pembayaran dengan uang tunai Rupiah
adalah pelanggaran hukum. Ini bukan sekadar etika bisnis, tapi soal
kedaulatan negara.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang
Kewajiban Penggunaan Rupiah memperkuat ketentuan tersebut. Dalam PBI ini
ditegaskan bahwa:
- Rupiah
wajib digunakan dalam transaksi tunai dan non-tunai di wilayah Indonesia.
- Penolakan
terhadap Rupiah sebagai alat pembayaran sah dapat dikenai sanksi
administratif dan pidana.
Namun, hukum juga mengenal pengecualian. Penolakan
pembayaran tunai tidak dipidana jika:
- Transaksi
dilakukan secara elektronik berdasarkan kesepakatan sebelumnya.
- Pembayaran
dilakukan lintas negara atau dalam valuta asing yang sah.
- Ada
alasan teknis yang sah (misalnya, tidak ada kembalian, atau alasan
keamanan).
Tapi jika Anda menolak uang tunai tanpa dasar hukum, hanya
karena “tidak praktis” atau “tidak sesuai SOP”, maka Anda bisa berhadapan
dengan hukum.
Di era digital, uang tunai dianggap “jadul”. Tapi jangan
salah, Rupiah adalah simbol kedaulatan. Menolaknya sama saja dengan
menolak negara. Maka, jangan heran jika negara balik menolak Anda—dengan pasal
pidana.
Sebagai advokat, saya percaya bahwa hukum bukan hanya soal
pasal, tapi juga soal rasa. Menolak uang tunai bukan hanya melanggar hukum,
tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
Jadi, jika Anda pelaku usaha, kasir, atau pemilik toko: terimalah
Rupiah dengan hormat. Karena di balik selembar uang, ada lambang negara,
ada sejarah, dan ada hukum yang mengikat.
Ditulis oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan
Pemerhati Hukum Transaksi Keuangan, Dipublikasikan di:
jangkarkeadilan.blogspot.com
#shdariusleka #jangkarkeadilan #reels #foryou #fyp
#jangkauanluas #rupiahberdaulat #hukumuntuksemua #edukasihukum #uangtunaisah @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar