Minggu, 21 Desember 2025

“Uang Tunai Ditolak; Ketika Rupiah Dihina di Negeri Sendiri”

JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Menolak pembayaran tunai bisa dipidana karena melanggar kewajiban penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia.

Bayangkan Anda masuk ke sebuah toko, membawa lembaran uang seratus ribuan yang masih hangat dari ATM. Anda ingin membeli barang, tapi kasir berkata, “Maaf, kami hanya terima QRIS.” Anda terdiam. Uang Anda sah, tapi ditolak. Di negeri sendiri, dengan mata uang sendiri, Anda dianggap “tidak layak bayar”.

Pertanyaannya: bolehkah menolak pembayaran tunai? Jawabannya: tidak. Bahkan bisa dipidana.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang secara tegas menyatakan:

Pasal 21 ayat (1): “Setiap orang wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 23 ayat (1): “Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Artinya, menolak pembayaran dengan uang tunai Rupiah adalah pelanggaran hukum. Ini bukan sekadar etika bisnis, tapi soal kedaulatan negara.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah memperkuat ketentuan tersebut. Dalam PBI ini ditegaskan bahwa:

  • Rupiah wajib digunakan dalam transaksi tunai dan non-tunai di wilayah Indonesia.
  • Penolakan terhadap Rupiah sebagai alat pembayaran sah dapat dikenai sanksi administratif dan pidana.

Namun, hukum juga mengenal pengecualian. Penolakan pembayaran tunai tidak dipidana jika:

  • Transaksi dilakukan secara elektronik berdasarkan kesepakatan sebelumnya.
  • Pembayaran dilakukan lintas negara atau dalam valuta asing yang sah.
  • Ada alasan teknis yang sah (misalnya, tidak ada kembalian, atau alasan keamanan).

Tapi jika Anda menolak uang tunai tanpa dasar hukum, hanya karena “tidak praktis” atau “tidak sesuai SOP”, maka Anda bisa berhadapan dengan hukum.

Di era digital, uang tunai dianggap “jadul”. Tapi jangan salah, Rupiah adalah simbol kedaulatan. Menolaknya sama saja dengan menolak negara. Maka, jangan heran jika negara balik menolak Anda—dengan pasal pidana.

Sebagai advokat, saya percaya bahwa hukum bukan hanya soal pasal, tapi juga soal rasa. Menolak uang tunai bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.

Jadi, jika Anda pelaku usaha, kasir, atau pemilik toko: terimalah Rupiah dengan hormat. Karena di balik selembar uang, ada lambang negara, ada sejarah, dan ada hukum yang mengikat.

 

Ditulis oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan Pemerhati Hukum Transaksi Keuangan, Dipublikasikan di: jangkarkeadilan.blogspot.com

#shdariusleka #jangkarkeadilan #reels #foryou #fyp #jangkauanluas #rupiahberdaulat #hukumuntuksemua #edukasihukum #uangtunaisah @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar