Minggu, 21 Desember 2025

SK Menteri Bukan Sertifikasi; Menyigi Polemik Roy Suryo dan Ijazah Jokowi

JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Sejak kapan SK Menteri setara dengan sertifikasi? Jawabannya: tidak pernah secara hukum. Polemik keahlian Roy Suryo dalam kasus ijazah Jokowi membuka ruang diskusi tentang otoritas, legalitas, dan etika keilmuan di ruang publik.

Di negeri yang gemar gelar dan jabatan, terkadang kita lupa membedakan antara pengakuan dan keahlian, antara legalitas dan legitimasi. Baru-baru ini, publik kembali diguncang oleh polemik lama yang tak kunjung reda: keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Namun, yang lebih menarik bukan soal dokumennya, melainkan siapa yang bicara—dan atas dasar apa ia bicara.

Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, kembali muncul sebagai “pakar telematika” yang mengklaim menemukan kejanggalan teknis pada ijazah Presiden. Namun publik bertanya: apa dasar keilmuannya? Dan lebih jauh lagi: apakah SK Menteri bisa dianggap sebagai sertifikasi keahlian?

Surat Keputusan (SK) Menteri adalah produk hukum administratif yang dikeluarkan oleh seorang menteri dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara. SK bisa berupa:

  • Pengangkatan jabatan struktural/fungsional
  • Penetapan tim ahli atau staf khusus
  • Pemberian tugas atau mandat tertentu

Namun, SK bukan sertifikat keahlian. Ia tidak melalui proses uji kompetensi, tidak tunduk pada standar akreditasi profesi, dan tidak berlaku universal di luar konteks administratif yang ditetapkan. Dasar hukum: UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Sertifikasi keahlian adalah pengakuan formal atas kompetensi seseorang di bidang tertentu, yang dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti:

  • BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi)
  • Lembaga akreditasi profesi (misalnya IDI, IAI, PERADI)
  • Universitas atau institusi pendidikan yang diakui

Sertifikasi mensyaratkan proses seleksi, pelatihan, dan uji kompetensi. Tanpa itu, klaim keahlian hanya sebatas opini pribadi.

Dalam gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya, Roy Suryo membeberkan “analisis teknis” atas ijazah Jokowi, mulai dari pasfoto yang terlalu tajam hingga logo UGM yang dianggap tidak lazim. Namun, Polda Metro Jaya telah menyatakan bahwa ijazah tersebut sah dan autentik. Roy Suryo dan beberapa pihak lain tetap berstatus tersangka atas dugaan penyebaran hoaks.

Pertanyaannya: apakah Roy Suryo berhak menyatakan diri sebagai ahli forensik digital atau pakar telematika? Jika dasar keahliannya hanya SK Menteri, maka secara hukum dan etika, klaim itu rapuh.

Di negeri ini, gelar bisa datang dari dua arah: dari ruang kuliah atau dari ruang rapat kabinet. Yang satu melalui ujian, yang lain melalui penunjukan. Tapi ketika bicara keahlian, hanya satu yang sah: yang diuji, bukan yang ditunjuk.

Sebagai advokat, saya percaya bahwa keahlian bukan sekadar pengakuan, tapi tanggung jawab. Ketika seseorang bicara sebagai “ahli”, ia harus siap diuji secara ilmiah, bukan hanya secara politik. Dan masyarakat berhak tahu: siapa yang benar-benar ahli, dan siapa yang hanya diberi panggung.

 

Ditulis oleh: Darius Leka, S.H., M.H. - Advokat dan Pemerhati Etika Hukum Publik, Dipublikasikan di: jangkarkeadilan.blogspot.com

#skbukansertifikasi #etikakeilmuan #roysuryovshukum #ijazahjokowi #advokatbersuara
#edukasihukumpublik #darkalawoffice #shdariusleka #jangkarkeadilan #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar