JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Pernyataan Menkumham Supratman Andi Agtas tentang fasilitasi penggantian dokumen bagi korban bencana di Sumatera adalah bentuk konkret hadirnya negara dalam menjamin hak sipil warganya. Namun, bagaimana mekanisme hukumnya? Apakah janji ini cukup kuat untuk menjadi jaminan hukum?
Di tengah derasnya arus banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera
Utara, dan Sumatera Barat, bukan hanya rumah dan harta benda yang hanyut.
Identitas pun ikut lenyap. KTP, Kartu Keluarga, ijazah, sertifikat
tanah—semuanya bisa hilang dalam sekejap. Dalam situasi seperti ini, negara
diuji: apakah ia hadir hanya sebagai penonton, atau sebagai pelindung?
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, dalam konferensi pers akhir
tahun 2025, menyatakan bahwa “dokumen yang hilang, baik KTP, KK, ijazah,
sertifikat atau lainnya, seluruhnya akan diberi fasilitas penggantian oleh
pemerintah”.
Sebagai advokat, saya melihat pernyataan ini bukan sekadar janji politis,
tapi sebagai bentuk affirmative action dalam hukum administrasi
negara. Dalam kondisi bencana, warga negara kehilangan akses terhadap
hak-haknya karena hilangnya dokumen identitas. Tanpa KTP, mereka tak bisa
mengakses bantuan sosial. Tanpa ijazah, mereka kehilangan peluang kerja. Tanpa
sertifikat tanah, mereka kehilangan bukti kepemilikan.
Dalam konteks ini, negara wajib hadir. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menjamin
hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum. Maka,
fasilitasi penggantian dokumen adalah bentuk implementasi konstitusi.
Namun, janji tak cukup. Yang dibutuhkan adalah mekanisme yang clear and
present. Supratman menyebut bahwa penggantian dokumen akan dikoordinasikan
lintas kementerian: Dukcapil untuk KTP dan KK, Kemendikbud untuk ijazah, dan
ATR/BPN untuk sertifikat tanah.
Pertanyaannya: apakah koordinasi ini akan berjalan cepat dan efisien? Atau
justru terjebak dalam birokrasi yang berbelit? Apakah masyarakat di pelosok
Aceh dan pedalaman Sumatera Barat akan dengan mudah mengakses layanan ini?
Negara yang besar bukanlah yang hanya hadir saat kampanye, tapi yang hadir
saat rakyatnya kehilangan segalanya. Ketika banjir menghapus jejak, negara
harus menjadi pena yang menulis ulang identitas warganya.
Sebagai advokat, saya mengajak masyarakat untuk aktif menuntut haknya.
Jangan biarkan dokumen hilang menjadi alasan untuk kehilangan masa depan. Dan
kepada pemerintah, jangan biarkan janji tinggal di podium. Wujudkan dalam
pelayanan yang nyata, cepat, dan manusiawi. (Adv. Darius Leka, S.H.)
#shdariusleka #jangkarkeadilan #reels #foryou #fyp #jangkauanluas
@semuaorang #negarahadir #dokumenadalahhak #hukumuntukrakyat #sumaterabangkit

Tidak ada komentar:
Posting Komentar