Minggu, 21 Desember 2025

“Menggugat Sang Kuasa; Menembus Kabut PTUN dengan Pena Hukum”

JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Di balik meja hijau Peradilan Tata Usaha Negara, tersimpan jalan berliku bagi rakyat menggugat keputusan penguasa. Tapi, adakah yang benar-benar tahu caranya?

Di negeri yang katanya menjunjung tinggi hukum, sering kali keadilan justru bersembunyi di balik tumpukan berkas dan bahasa birokrasi yang membingungkan. Ketika seorang warga merasa dizalimi oleh keputusan pejabat atau lembaga pemerintah—entah itu pencabutan izin, pemecatan sepihak, atau penolakan hak administratif—maka satu-satunya jalan yang sah adalah menggugat ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Namun, jalan menuju PTUN bukan jalan tol. Ia lebih mirip jalan setapak di tengah hutan belantara hukum. Maka izinkan saya, seorang advokat yang telah berkali-kali menapakinya, membentangkan peta bagi Anda.

PTUN adalah pengadilan khusus yang menangani sengketa antara warga negara (perorangan atau badan hukum) dengan pejabat atau lembaga pemerintah terkait keputusan tata usaha negara. Keputusan yang bisa digugat adalah yang bersifat konkret, individual, dan final, serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.

Contoh? SK pemecatan PNS, pencabutan izin usaha, penolakan permohonan KTP, atau bahkan keputusan rektor yang membatalkan kelulusan mahasiswa. Ya, hukum administrasi itu luas, dan PTUN adalah benteng terakhir bagi mereka yang merasa dizalimi oleh kekuasaan administratif.

Sebelum berteriak “saya akan gugat!”, pastikan Anda memenuhi syarat berikut:

  • Ada keputusan tertulis dari pejabat TUN.
  • Keputusan itu merugikan hak Anda secara langsung.
  • Gugatan diajukan dalam waktu 90 hari kalender sejak Anda mengetahui keputusan tersebut.
  • Telah menempuh upaya administratif, jika diwajibkan oleh peraturan (misalnya banding administratif).

Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka gugatan Anda akan ditolak sebelum sempat dibaca hakim. Seperti cinta yang kandas sebelum sempat menyapa.

Berikut tahapan beracara di PTUN:

Ironis, bukan? Negara yang seharusnya melindungi, justru harus digugat karena melukai. Seperti anak yang menggugat ayahnya karena tak diberi makan. Tapi begitulah hukum: ia tak mengenal darah, jabatan, atau seragam. Ia hanya mengenal keadilan—jika kita tahu cara menuntutnya.

Sebagai advokat, saya selalu mengingatkan klien: menggugat bukan soal emosi, tapi strategi. Pastikan:

  • Bukti kuat dan lengkap.
  • Gugatan disusun sistematis dan logis.
  • Hindari gugatan prematur atau emosional.
  • Gunakan jasa kuasa hukum yang paham PTUN.

Dan yang terpenting: hormati proses hukum. Jangan berharap keadilan jika Anda sendiri mengabaikan etika beracara.

PTUN bukan tempat untuk mencari sensasi. Ia adalah ruang sakral di mana rakyat bisa menuntut keadilan dari negara. Maka, mari kita jaga marwahnya. Jangan biarkan prosedur menjadi labirin yang menyesatkan, tapi jadikan ia jembatan menuju keadilan.

Karena pada akhirnya, hukum bukan soal menang atau kalah, tapi soal benar atau salah. (Adv. Darius Leka, S.H. - Seorang Advokat yang masih percaya hukum bisa menjadi pelita)

 

#gugatdenganetika #ptununtukrakyat #hukumadministrasihidup #advokatbersuara #jangantakutgugat #darkalawoffice #shdariusleka #jangkarkeadilan #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar