JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Di balik meja hijau Peradilan Tata Usaha Negara, tersimpan jalan berliku bagi rakyat menggugat keputusan penguasa. Tapi, adakah yang benar-benar tahu caranya?
Di negeri yang katanya menjunjung tinggi hukum, sering kali
keadilan justru bersembunyi di balik tumpukan berkas dan bahasa birokrasi yang
membingungkan. Ketika seorang warga merasa dizalimi oleh keputusan pejabat atau
lembaga pemerintah—entah itu pencabutan izin, pemecatan sepihak, atau penolakan
hak administratif—maka satu-satunya jalan yang sah adalah menggugat ke
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun, jalan menuju PTUN bukan jalan tol. Ia lebih mirip
jalan setapak di tengah hutan belantara hukum. Maka izinkan saya, seorang
advokat yang telah berkali-kali menapakinya, membentangkan peta bagi Anda.
PTUN adalah pengadilan khusus yang menangani sengketa antara
warga negara (perorangan atau badan hukum) dengan pejabat atau lembaga
pemerintah terkait keputusan tata usaha negara. Keputusan yang bisa digugat
adalah yang bersifat konkret, individual, dan final, serta menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum.
Contoh? SK pemecatan PNS, pencabutan izin usaha, penolakan
permohonan KTP, atau bahkan keputusan rektor yang membatalkan kelulusan
mahasiswa. Ya, hukum administrasi itu luas, dan PTUN adalah benteng terakhir
bagi mereka yang merasa dizalimi oleh kekuasaan administratif.
Sebelum berteriak “saya akan gugat!”, pastikan Anda memenuhi
syarat berikut:
- Ada
keputusan tertulis dari
pejabat TUN.
- Keputusan
itu merugikan hak Anda secara langsung.
- Gugatan
diajukan dalam waktu 90 hari kalender
sejak Anda mengetahui keputusan tersebut.
- Telah
menempuh upaya administratif,
jika diwajibkan oleh peraturan (misalnya banding administratif).
Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka gugatan
Anda akan ditolak sebelum sempat dibaca hakim. Seperti cinta yang kandas
sebelum sempat menyapa.
Berikut tahapan beracara di PTUN:
Ironis, bukan? Negara yang seharusnya melindungi, justru harus digugat karena melukai. Seperti anak yang menggugat ayahnya karena tak diberi makan. Tapi begitulah hukum: ia tak mengenal darah, jabatan, atau seragam. Ia hanya mengenal keadilan—jika kita tahu cara menuntutnya.
Sebagai advokat, saya selalu mengingatkan klien: menggugat
bukan soal emosi, tapi strategi. Pastikan:
- Bukti
kuat dan lengkap.
- Gugatan
disusun sistematis dan logis.
- Hindari
gugatan prematur atau emosional.
- Gunakan
jasa kuasa hukum yang paham PTUN.
Dan yang terpenting: hormati proses hukum. Jangan
berharap keadilan jika Anda sendiri mengabaikan etika beracara.
PTUN bukan tempat untuk mencari sensasi. Ia adalah ruang
sakral di mana rakyat bisa menuntut keadilan dari negara. Maka, mari kita jaga
marwahnya. Jangan biarkan prosedur menjadi labirin yang menyesatkan, tapi
jadikan ia jembatan menuju keadilan.
Karena pada akhirnya, hukum bukan soal menang atau kalah,
tapi soal benar atau salah. (Adv. Darius Leka, S.H. - Seorang Advokat yang masih percaya hukum bisa menjadi pelita)
#gugatdenganetika #ptununtukrakyat #hukumadministrasihidup #advokatbersuara #jangantakutgugat #darkalawoffice #shdariusleka #jangkarkeadilan #foryou #fyp #jangkauanluas @semuaorang


Tidak ada komentar:
Posting Komentar