Rabu, 17 Desember 2025

“Ketika Hutan Ditebang, Air Mengamuk; Deforestasi, Bencana, dan Diamnya Penegakan Hukum”

JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Banjir dan Longsor di Sumatera Makin Parah karena Deforestasi Masif: Hukum Alam dan Hukum Negara Sama-Sama Terluka. Desember 2025. Sumatera kembali menangis. Banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Rumah hanyut, nyawa melayang, dan tanah longsor menutup jalan-jalan utama. Tapi ini bukan sekadar bencana alam. Ini adalah bencana buatan manusia—buah dari deforestasi yang tak terkendali.

Menurut Kementerian Kehutanan, ada 12 perusahaan yang diduga kuat menjadi penyebab utama banjir dan longsor di Sumatera. Mereka membuka lahan secara masif, mengubah hutan tropis menjadi perkebunan sawit dan tambang terbuka. Hutan yang seharusnya menjadi spons alami kini berubah menjadi ladang limpasan air.

Sebagai advokat, saya melihat ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal kegagalan penegakan hukum. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas menyebutkan bahwa setiap kegiatan usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan dapat dikenai sanksi pidana dan administratif.

Namun, mengapa perusahaan-perusahaan yang merusak hutan tetap beroperasi? Mengapa izin mereka tidak dicabut? Mengapa aparat penegak hukum lebih sibuk menindak warga kecil yang menebang pohon untuk kayu bakar, tapi bungkam terhadap korporasi raksasa?

Kita hidup di negeri yang aneh. Di mana hutan ditebang demi “pembangunan”, tapi pembangunan itu justru menenggelamkan desa. Di mana banjir dianggap takdir, padahal itu hasil dari keputusan politik dan ekonomi yang rakus.

Ketika air bah datang, kita menyalahkan hujan. Padahal yang salah adalah tangan-tangan yang menandatangani izin pembukaan lahan tanpa kajian lingkungan. Yang salah adalah diamnya pengawasan, dan bisunya hukum.

Masyarakat harus tahu bahwa mereka punya hak untuk hidup di lingkungan yang sehat. Pasal 28H UUD 1945 menjamin itu. Jika ada perusahaan yang merusak hutan dan menyebabkan bencana, masyarakat bisa:

  • Mengajukan gugatan lingkungan hidup (citizen lawsuit)
  • Melaporkan ke KLHK dan Gakkum (Direktorat Penegakan Hukum)
  • Menggunakan mekanisme class action jika terdampak secara kolektif

Hukum bukan hanya untuk manusia, tapi juga untuk pohon, sungai, dan tanah yang diam tapi menyimpan nyawa.

Ketika hutan ditebang, bukan hanya pohon yang tumbang. Tapi juga harapan, kehidupan, dan masa depan. Jika hukum tak segera bertindak, maka banjir dan longsor bukan lagi bencana, tapi kutukan yang kita ciptakan sendiri.

 

Oleh; Seorang Advokat, Penjaga Nurani Hukum dan Alam

#shdariusleka #jangkarkeadilan #reels #foryou #fyp #deforestasi #lingkunganhidup #hukumlestari #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar