![]() |
| Apakah ini bentuk transparansi, atau sekadar pertunjukan simbolik? |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Di negeri antikorupsi, uang tunai ratusan miliar bisa muncul sekejap, lalu menguap sebelum senja.” Tanggal 20 November 2025, Gedung Merah Putih KPK mendadak jadi panggung teatrikal. Di sana, tersusun rapi tumpukan uang tunai senilai Rp300 miliar. Bukan uang mainan. Bukan juga efek visual. Ini uang asli—dalam bentuk fisik, menggunung seperti altar persembahan.
KPK menyebutnya sebagai bagian dari Rp883 miliar
hasil rampasan negara dalam kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen. Tapi yang
membuat publik terperangah bukan jumlahnya, melainkan fakta bahwa uang itu
ternyata dipinjam dari bank—pagi dipinjam, sore dikembalikan.
KPK mengklarifikasi bahwa uang tersebut bukan pinjaman dalam
arti utang, melainkan uang rampasan yang dititipkan di bank, karena KPK
tidak memiliki fasilitas penyimpanan uang tunai dalam jumlah besar. Maka, untuk
keperluan konferensi pers, uang itu “dipinjam” dari rekening penampungan di
bank, ditarik pagi hari, dipamerkan, lalu dikembalikan ke rekening sore
harinya.
Namun, publik keburu gaduh. Narasi “pinjam uang bank”
terlanjur menyebar, menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk transparansi,
atau sekadar pertunjukan simbolik?
Sebagai advokat, saya memahami pentingnya simbol dalam
penegakan hukum. Tapi simbol tanpa substansi bisa menjadi bumerang. Dalam
konteks ini, pertunjukan uang tunai bisa dibaca sebagai upaya membangun
kepercayaan publik. Namun, ketika publik tahu bahwa uang itu hanya “numpang
lewat”, maka yang muncul bukan kekaguman, melainkan kecurigaan.
Apakah perlu memamerkan uang tunai untuk membuktikan
keberhasilan pemberantasan korupsi? Bukankah laporan audit, putusan pengadilan,
dan transfer resmi ke kas negara jauh lebih bermakna?
Dalam hukum, transparansi bukan soal visualisasi, tapi
soal akuntabilitas. Masyarakat berhak tahu:
- Dari
mana uang itu berasal?
- Siapa
yang merampasnya?
- Bagaimana
proses hukumnya?
- Ke
mana uang itu disalurkan?
Jika semua itu bisa dijelaskan dengan data dan dokumen
resmi, maka tak perlu lagi teatrikal. Karena hukum bukan panggung sandiwara. Ia
adalah ruang kepercayaan.
KPK telah menyelamatkan uang negara. Itu fakta. Tapi cara
menyampaikannya harus tetap dalam koridor etika hukum. Jangan sampai publik
melihat penegakan hukum sebagai pertunjukan, bukan proses.
Karena dalam hukum, yang kita butuhkan bukan tumpukan uang
di atas meja, tapi tumpukan kepercayaan di hati rakyat.
Darius Leka, S.H.
#rp300miliarsehari
#transparansiatauteater #hukumbukanpanggung #uangrampasanbukanproperti
#kpkdansimbolisme #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum
#advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar