Sabtu, 22 November 2025

Uang Rp300 Miliar KPK; Pagi Dipinjam, Sore Dikembalikan — Transparansi atau Teater?

Apakah ini bentuk transparansi, atau sekadar pertunjukan simbolik?

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — “Di negeri antikorupsi, uang tunai ratusan miliar bisa muncul sekejap, lalu menguap sebelum senja.” Tanggal 20 November 2025, Gedung Merah Putih KPK mendadak jadi panggung teatrikal. Di sana, tersusun rapi tumpukan uang tunai senilai Rp300 miliar. Bukan uang mainan. Bukan juga efek visual. Ini uang asli—dalam bentuk fisik, menggunung seperti altar persembahan.

KPK menyebutnya sebagai bagian dari Rp883 miliar hasil rampasan negara dalam kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen. Tapi yang membuat publik terperangah bukan jumlahnya, melainkan fakta bahwa uang itu ternyata dipinjam dari bank—pagi dipinjam, sore dikembalikan.

KPK mengklarifikasi bahwa uang tersebut bukan pinjaman dalam arti utang, melainkan uang rampasan yang dititipkan di bank, karena KPK tidak memiliki fasilitas penyimpanan uang tunai dalam jumlah besar. Maka, untuk keperluan konferensi pers, uang itu “dipinjam” dari rekening penampungan di bank, ditarik pagi hari, dipamerkan, lalu dikembalikan ke rekening sore harinya.

Namun, publik keburu gaduh. Narasi “pinjam uang bank” terlanjur menyebar, menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk transparansi, atau sekadar pertunjukan simbolik?

Sebagai advokat, saya memahami pentingnya simbol dalam penegakan hukum. Tapi simbol tanpa substansi bisa menjadi bumerang. Dalam konteks ini, pertunjukan uang tunai bisa dibaca sebagai upaya membangun kepercayaan publik. Namun, ketika publik tahu bahwa uang itu hanya “numpang lewat”, maka yang muncul bukan kekaguman, melainkan kecurigaan.

Apakah perlu memamerkan uang tunai untuk membuktikan keberhasilan pemberantasan korupsi? Bukankah laporan audit, putusan pengadilan, dan transfer resmi ke kas negara jauh lebih bermakna?

Dalam hukum, transparansi bukan soal visualisasi, tapi soal akuntabilitas. Masyarakat berhak tahu:

  • Dari mana uang itu berasal?
  • Siapa yang merampasnya?
  • Bagaimana proses hukumnya?
  • Ke mana uang itu disalurkan?

Jika semua itu bisa dijelaskan dengan data dan dokumen resmi, maka tak perlu lagi teatrikal. Karena hukum bukan panggung sandiwara. Ia adalah ruang kepercayaan.

KPK telah menyelamatkan uang negara. Itu fakta. Tapi cara menyampaikannya harus tetap dalam koridor etika hukum. Jangan sampai publik melihat penegakan hukum sebagai pertunjukan, bukan proses.

Karena dalam hukum, yang kita butuhkan bukan tumpukan uang di atas meja, tapi tumpukan kepercayaan di hati rakyat.

Darius Leka, S.H.

 

#rp300miliarsehari #transparansiatauteater #hukumbukanpanggung #uangrampasanbukanproperti #kpkdansimbolisme #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar