![]() |
| Apakah pencekalan ini proporsional? |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Roy Suryo, mantan Menpora dan pakar telematika, kini bukan lagi sekadar pengamat. Ia adalah tersangka. Dan Polda Metro Jaya telah resmi mencekalnya ke luar negeri. Tapi pertanyaannya: apakah ini langkah hukum yang adil, atau sekadar strategi membungkam suara yang terlalu nyaring?
Roy Suryo bersama tujuh tokoh lain, termasuk dr. Tifa dan Rismon Sianipar,
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait
ijazah Presiden Joko Widodo. Mereka dituduh menyebarkan informasi yang dianggap
menyesatkan publik. Sebagai konsekuensi hukum, mereka dikenakan wajib lapor
mingguan dan dicekal ke luar negeri.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, menyatakan bahwa
pencekalan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan. Mereka bukan
tahanan kota, tapi gerak mereka kini dibatasi oleh hukum.
Sebagai advokat, saya melihat pencekalan sebagai instrumen hukum yang sah.
Namun, dalam konteks ini, kita perlu bertanya: apakah pencekalan ini
proporsional? Apakah Roy Suryo dan kawan-kawan benar-benar berpotensi
melarikan diri, atau ini bentuk tekanan terhadap mereka yang berani menggugat
narasi resmi?
Jika tuduhan mereka keliru, maka hukum harus membuktikannya secara terbuka.
Tapi jika mereka hanya bertanya dan mengkritisi, maka pencekalan bisa menjadi
preseden buruk bagi kebebasan berekspresi.
Kasus ini bermula dari satu pertanyaan sederhana: di mana ijazah asli
Presiden Jokowi? Ketika dokumen itu tidak bisa diverifikasi oleh lembaga
resmi seperti KPU dan ANRI, publik berhak bertanya. Namun, alih-alih dijawab
dengan transparansi, pertanyaan itu dijawab dengan laporan polisi.
Roy Suryo memilih jalan hukum, bukan jalan damai. Ia menolak mediasi,
menolak kompromi, dan kini harus menghadapi konsekuensinya. Tapi di balik semua
itu, ia telah membuka satu pintu: pintu kesadaran publik bahwa hukum harus
berpihak pada kebenaran, bukan kekuasaan.
Pencekalan Roy Suryo adalah pelajaran penting. Bahwa dalam negara hukum,
setiap warga negara berhak bertanya. Dan negara wajib menjawab, bukan
membungkam. Jika hukum digunakan untuk menakut-nakuti, maka demokrasi sedang
dalam bahaya.
Sebagai advokat, saya mengajak masyarakat untuk tidak hanya menonton drama
ini, tapi ikut memahami proses hukumnya. Karena hukum bukan hanya milik
penguasa, tapi milik kita semua.
Darius Leka, S.H.
#roysuryodicekal
#ijazahtanpajejak #hukumuntukpublik #transparansiatautragedi
#negeriijazahbayangan #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum
#advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar