![]() |
| Siapa yang sebenarnya memperpanjang drama ini? |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Jika kebenaran adalah cahaya, mengapa kita terus bermain dalam bayang-bayang?” Di panggung republik ini, selembar ijazah telah menjelma menjadi naskah drama panjang. Pemeran utamanya: Presiden Joko Widodo. Lawannya: Roy Suryo dan kawan-kawan. Penontonnya? Kita semua—rakyat yang haus akan transparansi.
Mari kita berandai-andai. Seandainya hari ini, Presiden Joko Widodo berdiri
di depan publik, mengangkat selembar ijazah asli, lengkap dengan cap basah,
tanda tangan rektor, dan nomor registrasi yang bisa diverifikasi. Apakah Roy
Suryo dan koleganya akan percaya?
Menurut Ketua Jokowi Mania, Andi Azwan, jawabannya tegas: tidak. Ia
menyebut, “Percuma ditunjukkan, mereka tetap tidak akan percaya”. Sebab, bagi
sebagian pihak, ini bukan lagi soal dokumen, tapi soal keyakinan. Ketika
prasangka telah mengakar, bahkan bukti otentik pun bisa dianggap palsu.
Namun, Roy Suryo sendiri berkali-kali menyuarakan hal sebaliknya. Ia
menuntut agar ijazah ditunjukkan ke publik, bukan hanya sebagai klarifikasi,
tapi sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum. Ia menyebut, masyarakat
berhak tahu, dan negara wajib menjawab.
Pertanyaannya: siapa yang sebenarnya memperpanjang drama ini?
Apakah Roy Suryo cs yang terus menggugat, atau justru pihak yang enggan membuka
dokumen secara terang-terangan?
Jika memang ijazah itu asli dan lengkap, mengapa tidak ditunjukkan sejak
awal? Mengapa harus menunggu laporan polisi, gelar perkara, dan status
tersangka? Bukankah lebih mudah menutup mulut para pengkritik dengan satu
tindakan transparan?
Sebaliknya, jika Roy Suryo cs memang tidak akan percaya apa pun yang
ditunjukkan, apakah ini bukan sekadar panggung politik? Apakah hukum sedang
dijadikan alat untuk menguji opini, bukan fakta?
Sebagai advokat, saya percaya: hukum bukan alat balas dendam. Ia adalah
instrumen untuk mencari kebenaran. Jika ada dugaan pemalsuan dokumen negara,
maka jalur hukum adalah tempatnya. Tapi jika hukum digunakan untuk membungkam
kritik, maka kita sedang bermain api di rumah hukum sendiri.
Roy Suryo dan rekan-rekannya kini berstatus tersangka. Mereka dituduh
menyebarkan fitnah dan pencemaran nama baik. Namun mereka tak gentar. Bahkan,
mereka berencana mengajukan praperadilan. Mereka menolak berdamai, karena bagi
mereka, ini bukan soal pribadi, tapi soal prinsip.
Isu ini bukan sekadar tentang siapa yang benar atau salah. Ini tentang hak
publik untuk tahu. Tentang bagaimana negara menyimpan dokumen penting.
Tentang bagaimana hukum harus menjawab, bukan menghindar.
Karena jika hukum hanya jadi alat kekuasaan, maka keadilan tinggal mitos.
Dan jika rakyat tak lagi percaya pada bukti, maka demokrasi tinggal sandiwara.
Darius Leka, S.H.
#ijazahtanpaakhir
#roysuryomelawan #hukumuntukpublik #transparansiatautragedi #negeriijazahbayangan #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar