![]() |
| Apakah diplomasi kita sudah sejalan dengan kepentingan rakyat? |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Di antara tarian Pantsula dan pidato global, seorang wakil presiden muda berdiri membawa nama Indonesia.” Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, resmi memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 22–23 November 2025. Ia menggantikan Presiden Prabowo Subianto yang tengah fokus pada percepatan program prioritas nasional di dalam negeri.
Gibran tiba di Bandara Internasional O.R. Tambo dan disambut hangat dengan tarian
lokal Pantsula, simbol keramahan Afrika Selatan. Tak lama setelah
mendarat, ia langsung tampil dalam Indonesia-Africa CEO Forum,
menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris yang menegaskan komitmen Indonesia
terhadap kerja sama global dan representasi negara berkembang.
Sebagai advokat, saya melihat kehadiran Gibran bukan sekadar seremoni. Ini
adalah ujian legitimasi hukum dan politik. Dalam sistem
presidensial, wakil presiden memiliki mandat konstitusional untuk mewakili
negara. Namun, ketika delegasi diplomatik diserahkan kepada figur muda yang
baru menjabat, publik berhak bertanya: apakah ini bentuk regenerasi
politik, atau sekadar strategi pencitraan?
Gibran menyuarakan isu penting: reformasi tata kelola global,
penguatan suara negara berkembang, dan komitmen
terhadap multilateralisme. Tapi di balik pidato itu, ada pertanyaan
hukum yang lebih dalam: sejauh mana wakil presiden memiliki kewenangan
untuk menetapkan arah diplomasi luar negeri?
Dalam kerangka hukum tata negara, fungsi wakil presiden
adalah membantu presiden dan menjalankan tugas yang didelegasikan. Artinya,
kehadiran Gibran di KTT G20 adalah sah secara hukum. Namun, transparansi
dalam proses penunjukan, substansi pidato, dan implikasi
kebijakan luar negeri harus tetap diawasi oleh publik dan parlemen.
Diplomasi bukan hanya soal hadir dan berbicara. Ia adalah perpanjangan
dari hukum internasional, komitmen terhadap perjanjian,
dan penegasan posisi Indonesia di mata dunia. Maka, edukasi
hukum kepada masyarakat harus mencakup pemahaman tentang bagaimana diplomasi
dijalankan, siapa yang berwenang, dan bagaimana akuntabilitasnya dijaga.
Gibran telah tampil di panggung dunia. Ia membawa salam dari Presiden,
menyuarakan semangat kerja sama, dan menunjukkan bahwa Indonesia tetap aktif di
G20. Tapi di balik sorotan kamera dan tepuk tangan, kita harus tetap kritis: apakah
diplomasi kita sudah sejalan dengan kepentingan rakyat?
Karena dalam hukum dan politik, yang terpenting bukan siapa yang
bicara, tapi apa yang dibicarakan dan untuk siapa ia berbicara.
Darius Leka, S.H.
#gibrandig20
#diplomasimuda #hukumdankonstitusi #indonesiadipanggungdunia
#edukasihukumpublik #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar