![]() |
| 'Kapolri tak lagi bisa menunjuk polisi aktif untuk duduk di kursi sipil. Mereka harus pensiun dulu" |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Di negeri yang seragamnya lebih dikenal daripada konstitusinya, Mahkamah Konstitusi akhirnya mengetuk palu: Kapolri tak lagi bisa menunjuk polisi aktif untuk duduk di kursi sipil. Mereka harus pensiun dulu.
Putusan ini bukan sekadar teknis hukum. Ia adalah dentuman palu yang
menggema ke lorong-lorong kekuasaan, tempat seragam kerap menyaru sebagai
sipil, dan jabatan menjadi ladang rotasi.
Selama bertahun-tahun, publik menyaksikan parade polisi aktif yang menduduki
jabatan sipil: dari kepala BNN, Dirjen Imigrasi, hingga staf ahli kementerian.
Seragam boleh tak dikenakan, tapi pangkat tetap melekat. Mereka bukan sipil,
tapi juga bukan militer. Mereka adalah hibrida kekuasaan.
MK menyebut ini tak sesuai dengan semangat konstitusi. Jabatan sipil harus
diisi oleh sipil. Titik. Tak ada ruang untuk seragam yang belum pensiun.
Ada yang bilang, seragam itu seperti kulit kedua. Sulit dilepas, apalagi
kalau masih bisa duduk di kursi empuk birokrasi. Tapi kini, seragam harus
memilih: pensiun atau mundur dari jabatan sipil.
Mungkin ini saatnya kita bertanya: apakah jabatan sipil begitu menggoda
hingga seragam pun enggan pulang ke barak?
Di antara palu MK dan pangkat di pundak, ada kisah tentang kekuasaan yang
tak ingin berhenti. Tapi konstitusi bukan pangkat. Ia tak mengenal rotasi,
hanya mengenal batas.
Dan batas itu kini telah digaris tegas.
Putusan MK ini bukan anti-polisi. Ini soal menjaga marwah sipil dalam
birokrasi. Soal memastikan bahwa negara tak dikuasai oleh seragam, melainkan
oleh warga.
Karena demokrasi, pada akhirnya, adalah tentang sipil yang memimpin sipil.
Bukan seragam yang menyamar.
Darius Leka, S.H.
#putusanmk #sipiluntuksipil #seragamharuspensiun
#polisiaktifdilarang #konstitusiditegakkan #mkmengetukpalu #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat
#shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar