Senin, 17 November 2025

“Seragam di Dua Dunia; Ketika Polisi Menyapa Jabatan Sipil”

Apakah Kompolnas kini menjadi penafsir konstitusi?

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — Pada Kamis yang kelabu, 13 November 2025, Mahkamah Konstitusi mengukir sejarah hukum yang mengguncang lanskap birokrasi Indonesia. Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 bukan sekadar baris-baris hukum; ia adalah palu yang mengetuk nalar dan nurani. MK menegaskan: anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil harus terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun. Titik. Tanpa koma. Tanpa celah.

Putusan ini lahir dari gugatan dua advokat muda, Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, yang menggugat konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Mereka bukan sekadar pencari keadilan, tapi penggugat status quo yang selama ini membiarkan seragam cokelat menyelinap ke kursi birokrasi sipil.

Namun, seperti dalam drama klasik, muncul tokoh antagonis yang tak terduga: Kompolnas. Dalam pernyataannya, Kompolnas menyebut bahwa anggota Polri tetap bisa menduduki jabatan sipil berdasarkan ketentuan dalam UU ASN. Pernyataan ini mengundang tanya: Apakah Kompolnas kini menjadi penafsir konstitusi?

Mari kita bedah secara hukum:

  • Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Putusannya bersifat final dan mengikat.
  • Kompolnas adalah lembaga pengawas eksternal Polri, bukan pembuat atau penafsir hukum. Ia tidak memiliki otoritas untuk mengoreksi putusan MK.
  • UU ASN tidak dapat dijadikan dalih untuk mengabaikan putusan MK. Jika terjadi konflik norma, maka norma konstitusional (putusan MK) harus diutamakan.

Maka, pernyataan Kompolnas bukanlah tafsir hukum, melainkan opini administratif yang bisa jadi beraroma politis. Ia bukan pelampung hukum, melainkan buih di permukaan gelombang konstitusi.

Sebagai advokat, saya melihat ini bukan sekadar polemik jabatan, tapi soal integritas konstitusi. Jika putusan MK bisa “direvisi” oleh tafsir lembaga lain, maka kita sedang bermain di panggung hukum yang absurd—di mana naskah konstitusi bisa diubah oleh bisikan birokrasi.

Hukum bukan hanya soal pasal, tapi soal kepatuhan. Ketika institusi mulai bermain-main dengan putusan MK, maka kita harus bersuara. Karena diam adalah bentuk persetujuan terhadap pelanggaran konstitusi.

Darius Leka, S.H.

 

#edukasihukum #konstitusibicara #putusanmk #hukumuntukrakyat #advokatbersuara #polrisipilharuspensiun #seragambukankursi #netralitasinstitusi #polridijabatansipil #asntanpaseragam #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar