
“Di pemakaman, kita belajar bahwa hukum terbaik adalah solidaritas”
JANGKARKEADILAN, JAKARTA
— “Di negeri yang sibuk dengan urusan dunia, ada satu hari di mana hukum
diam, dan kasih bicara.”
Kutoarjo, 31 Mei 2015. Cuaca cerah, langit bersih, tapi hati keluarga besar
YB Ruslan Hadi Martono mendung tak berkesudahan. Di tengah deretan kursi
plastik dan bunga duka, satu kalimat menggema: “Selamat jalan, Ayah.”
Bapak Ruslan bukan tokoh hukum, bukan pejabat publik. Tapi hidupnya adalah
hukum kasih yang dijalankan tanpa pasal. Ia tidak menulis undang-undang, tapi
ia menulis keteladanan di hati anak-anaknya. Ia tidak pernah bersidang, tapi ia
selalu menjadi hakim yang adil di meja makan.
“Hukum yang paling kuat adalah cinta seorang ayah yang tak pernah absen.”
Di hadapan Pater Supriatono, para suster, tokoh masyarakat, dan umat wilayah
Santo Filipus, keluarga menyampaikan terima kasih. Bukan karena protokol, tapi
karena penghiburan yang nyata. Dari RS Palang Biru hingga tanah pemakaman Snepo
Timur, semua bergerak bukan karena kewajiban, tapi karena kasih.
Tak ada pasal yang mewajibkan tetangga untuk hadir. Tak ada undang-undang
yang memaksa umat untuk mendoakan. Tapi mereka datang. Karena hukum yang hidup
bukan di buku, tapi di hati.
“Di pemakaman, kita belajar bahwa hukum terbaik adalah solidaritas.”
Jika hukum adalah cermin masyarakat, maka pemakaman adalah refleksi paling
jujur. Di sana, kita melihat siapa yang benar-benar peduli. Kita melihat bahwa
pelayanan rohani, perhatian medis, dan izin pemakaman bukan sekadar prosedur,
tapi bentuk nyata dari hukum yang berpihak.
Bapak Ruslan tidak meninggalkan warisan hukum tertulis. Tapi ia meninggalkan
jejak moral: tanggung jawab, kesetiaan, dan pengorbanan. Ia adalah bukti bahwa
hukum bisa dijalankan tanpa toga, tanpa palu, tanpa sidang.
“Ia tidak pernah menjadi pengacara, tapi selalu membela keluarganya.”
Sebagai umat Kristiani, keluarga percaya bahwa Tuhan lebih mengasihi Pak
Ruslan daripada mereka mengasihinya. Maka pemakaman bukan akhir, tapi awal dari
pengadilan surgawi yang penuh kasih. Di sana, tak ada pasal, tak ada sanksi.
Hanya pengampunan dan damai.
“Jika hukum dunia kadang menyakitkan, hukum Tuhan selalu menyembuhkan.”
Keluarga besar Bapak YB Ruslan Hadi Martono mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak: RT, RW, umat paroki, tenaga medis, dan masyarakat luas. Mereka
juga memohon maaf atas segala kekurangan, karena “tak ada gading yang tak
retak.”
Dan akhirnya, dengan iman yang teguh, mereka mengucapkan:
“Selamat jalan, Ayah. Tuhan Yesus Kristus kiranya menganugerahkan
tempat terbaik bagimu di sisi-Nya.”
Darius Leka, S.H.
#selamatjalanayah #hukumkasih #pemakamanyangmengajar #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar