![]() |
| “Di ruang IGD, waktu adalah nyawa. Di ruang hukum, keadilan adalah harapan” |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Mereka datang dengan harapan, pulang dengan tangisan. Di mana hukum berdiri saat nyawa tergelincir oleh kelalaian?”
Di tengah hiruk-pikuk layanan kesehatan yang makin komersial, rumah sakit
sering kali menjelma menjadi korporasi. Pasien bukan lagi manusia yang sakit,
tapi konsumen yang harus dilayani. Namun, ketika pelayanan tergelincir, dan
nyawa melayang karena kelalaian, siapa yang bertanggung jawab?
Menurut UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, rumah sakit sebagai
badan hukum bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh tenaga medis
yang bekerja di bawahnya. Artinya, kelalaian dokter bukan hanya urusan pribadi,
tapi juga tanggung jawab institusi.
Kelalaian medis bisa berupa salah diagnosis, keterlambatan tindakan, atau
pengabaian prosedur standar. Dalam hukum, ini disebut medical malpractice.
Jika terbukti, maka dokter bisa dikenai sanksi pidana, perdata, dan administratif.
Rumah sakit pun tidak bisa cuci tangan.
Dalam analisis yuridis oleh Pupung Ivan dan tim dari Sekolah Tinggi Hukum
Militer, dijelaskan bahwa rumah sakit wajib menjamin kompetensi dan etika
tenaga medisnya. Jika tidak, maka gugatan hukum bisa diarahkan langsung kepada
institusi.
Sayangnya, membuktikan kelalaian medis bukan perkara mudah. Pasien yang
meninggal tidak bisa bersaksi. Rekam medis bisa dimanipulasi. Dan keluarga
korban sering kali tidak tahu harus mulai dari mana.
Di sinilah hukum harus hadir bukan sebagai labirin, tapi sebagai pelita.
Lembaga seperti Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
dan Dewan Pengawas Rumah Sakit harus aktif, bukan pasif. Karena nyawa
bukan statistik, dan kematian bukan angka.
Dalam teori hukum kesehatan, tanggung jawab bukan hanya soal legalitas, tapi
juga moralitas. Dokter adalah profesi mulia, tapi kemuliaan itu harus dijaga
dengan kompetensi dan empati. Rumah sakit adalah tempat penyembuhan, bukan
tempat pengabaian.
Ketika seorang ibu kehilangan anaknya karena salah suntik, atau seorang ayah
meninggal karena telat operasi, maka hukum harus bicara. Bukan dengan jargon,
tapi dengan keadilan.
“Di ruang IGD, waktu adalah nyawa. Di
ruang hukum, keadilan adalah harapan.”
Kelalaian medis bukan takdir. Ia adalah kesalahan yang bisa dicegah, dan
harus dipertanggungjawabkan. Karena setiap pasien yang datang membawa harapan,
bukan risiko kematian.
Darius Leka, S.H.
#hukumkesehatan #tanggungjawabmedis #kelalaianmedis
#malpraktikbukantakdir #keadilanuntukpasien #hukumdiruangigd #nyawabukanstatistik
#pasienbukanangka #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat
#shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar