![]() |
| Apakah aparat penegak hukum siap berubah? |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Pada 18 November 2025, palu diketuk di Senayan. Bukan palu hakim, tapi palu parlemen. Dengan satu suara serempak—“Setuju!”—Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang. Sebuah momen yang digadang-gadang sebagai tonggak sejarah reformasi hukum pidana Indonesia. Tapi benarkah ini reformasi? Atau hanya repetisi dalam balutan retorika?
Sebagai advokat, saya menyambut baik setiap upaya pembaruan
hukum. Namun, saya juga belajar bahwa dalam hukum, iblis sering bersembunyi
dalam detail. RKUHAP yang baru ini menjanjikan modernisasi sistem peradilan
pidana—dari penguatan hak tersangka hingga digitalisasi proses penyidikan. Tapi
mari kita bedah, bukan hanya baca judulnya.
Beberapa poin penting yang patut dicermati:
- Pemeriksaan
elektronik: Kini penyidikan dan
persidangan bisa dilakukan secara daring. Praktis, tapi bagaimana dengan
jaminan keterbukaan dan hak atas pembelaan yang layak?
- Kewenangan
penyidik: Ada perluasan wewenang,
termasuk dalam penyadapan dan penggeledahan. Apakah ini penguatan
penegakan hukum, atau justru membuka celah penyalahgunaan?
- Hak
korban dan tersangka: Ada
pengakuan lebih eksplisit terhadap hak-hak korban dan tersangka. Tapi
apakah implementasinya akan sejalan dengan teks undang-undang?
Pengesahan RKUHAP dilakukan dalam rapat paripurna yang
dihadiri 242 anggota secara langsung dan 100 secara daring. Ironisnya, di
tengah euforia legislasi, publik nyaris tak dilibatkan secara substansial.
Konsultasi publik? Ada, tapi lebih mirip formalitas daripada forum deliberatif.
Dan seperti biasa, media sosial lebih ramai membahas outfit
anggota dewan daripada isi pasal-pasal yang akan mengatur hidup dan kebebasan
kita. Di sinilah satire hukum menemukan panggungnya: ketika hukum dibahas tanpa
dibaca, disahkan tanpa dipahami, dan dirayakan tanpa dikritisi.
Sebagai advokat, saya percaya hukum bukan sekadar kumpulan
pasal, tapi cermin nilai dan keadilan. RKUHAP yang baru ini adalah
peluang—namun juga ujian. Apakah aparat penegak hukum siap berubah? Apakah
masyarakat cukup sadar untuk mengawasi?
Karena hukum yang baik tanpa pelaksana yang adil hanyalah
puisi kosong. Dan undang-undang yang baru tanpa kesadaran publik hanyalah
dokumen yang menua di lemari negara.
Pengesahan RKUHAP adalah momentum. Tapi jangan biarkan ia
berlalu sebagai seremoni belaka. Mari kita baca, pahami, dan kritisi. Karena
hukum adalah milik rakyat, bukan hanya milik mereka yang duduk di kursi empuk
parlemen.
Dan jika suatu hari Anda dipanggil sebagai saksi, tersangka,
atau korban—ingatlah, nasib Anda kini ditentukan oleh naskah yang disahkan hari
itu. Maka, mari kita jaga agar hukum tetap berpihak pada keadilan, bukan
sekadar kekuasaan.
Darius Leka, S.H.
#palusudahdiketuk #rkuhapdisahkan
#hukumberubahatauberpurapura #reformasiataurepetisi #pasalpasalyangmengikatnasib #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat
#shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar