Selasa, 11 November 2025

Rizal Fadillah, Wakil TPUA; “Dari Ijazah ke Ideologi”

Antara fitnah dan kebebasan berpendapat

JANGKARKEADILAN, JAKARTANovember 2025. Rizal Fadillah, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), diperiksa selama 13 jam oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pencemaran nama baik Presiden Jokowi dalam kasus ijazah palsu. Namun, yang membuat publik terbelalak bukan hanya status hukumnya, melainkan konsistensinya dalam menyebut Jokowi sebagai PKI dalam berbagai orasi dan forum publik.

Pertanyaannya: mengapa ia terus mengulang narasi itu, bahkan setelah jadi tersangka?

Menurut pengamat politik dan hukum, Rizal Fadillah memosisikan dirinya bukan sekadar sebagai pengkritik, tapi sebagai penjaga narasi sejarah. Ia percaya bahwa ada rekayasa besar dalam perjalanan politik Indonesia, dan Jokowi adalah simbol dari apa yang ia anggap sebagai pengaburan sejarah kelam komunisme.

Di republik yang katanya demokratis, orasi bisa lebih tajam dari senjata. Rizal tahu bahwa menyebut “PKI” dalam konteks politik Indonesia adalah bom retorika. Ia memanfaatkan itu sebagai alat agitasi, bukan sekadar ekspresi. Dan ketika aparat menjeratnya dengan pasal pencemaran nama baik, ia justru menggandakan volume orasinya.

Ironisnya, publik terbelah: sebagian menganggap Rizal sebagai provokator, sebagian lain melihatnya sebagai penyambung suara yang dibungkam. Di tengah itu, hukum berjalan pelan, dibebani oleh tafsir dan tekanan politik.

Rizal dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dan fitnah. Namun, ia berdalih bahwa orasinya adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan kontrol publik terhadap kekuasaan. Ia mengacu pada Pasal 310 ayat (3) KUHP yang menyebut bahwa kritik demi kepentingan umum tidak bisa dipidana.

Tapi menyebut seseorang sebagai “PKI” bukan kritik biasa. Itu adalah label ideologis yang historisnya berdarah. Maka pertarungan hukum ini bukan hanya soal ijazah, tapi soal batas antara kebebasan dan kebencian.

Rizal Fadillah mungkin tersangka, tapi ia tak berhenti bicara. Ia tahu bahwa di negeri ini, ingatan bisa dibungkam, tapi tak bisa dihapus. Maka ia terus mengulang: “Jokowi PKI,” bukan karena bukti, tapi karena keyakinan ideologis yang tak bisa dibatalkan oleh pasal.

Dan di tengah semua itu, republik ini kembali diuji: apakah kita masih bisa membedakan antara kritik dan kebencian, antara sejarah dan propaganda?

Darius Leka, S.H.

 

#rizalfadillahtersangka #orasiideologis #ijazahpalsugate #jokowipki #republikingatan #pasalvsnarasi #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar