Minggu, 09 November 2025

“Praperadilan di Atas Kertas yang Tak Pernah Tampak”

"Jika hukum tunduk pada opini, maka siapa pun bisa jadi hakim"

JANGKARKEADILAN, JAKARTA – Rismon Sianipar, ahli forensik digital yang jadi terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Jokowi, melawan penetapan tersangka lewat praperadilan. Ia bersikukuh: “Ijazah itu belum pernah diperlihatkan ke publik sampai detik ini.” Sebuah perlawanan hukum yang dibungkus narasi ilmiah, dibumbui aroma satire, dan disajikan di panggung politik yang makin panas.

Rismon Hasiholan Sianipar bukan nama asing di dunia digital forensik. Tapi kali ini, ia bukan memeriksa bukti—ia diperiksa sebagai terlapor. Tuduhannya: menyebarkan informasi bohong soal ijazah Presiden Jokowi. Tapi Rismon tak gentar. Ia justru menantang balik lewat praperadilan.

Saya tidak akan mundur satu inci pun!” katanya lantang. Ia mengklaim, semua analisisnya berbasis kajian ilmiah. Tapi hukum tak hanya bicara soal metode—ia bicara soal motif, dampak, dan niat.

Langkah Rismon mengajukan praperadilan bukan sekadar upaya hukum. Ini adalah panggung. Sebuah cara untuk membalik posisi: dari terlapor menjadi penantang. Ia mempertanyakan dasar penetapan tersangka, mempertanyakan bukti, dan yang paling penting—mempertanyakan mengapa ijazah itu tak pernah diperlihatkan ke publik.

Pertanyaannya menggugah: Jika ijazah itu asli, mengapa tak dibuka saja? Tapi hukum tak bekerja atas dasar rasa ingin tahu publik. Ia bekerja atas dasar alat bukti, dan menurut polisi, ijazah itu sudah diperiksa dan dinyatakan sah.

Rismon berdiri di persimpangan antara sains dan opini. Ia menyebut dirinya ilmuwan, tapi publik melihatnya juga sebagai aktor politik. Ia bicara tentang transparansi, tapi juga menyebarkan keraguan. Ia menuntut kejelasan, tapi tak menyodorkan bukti baru.

Dan di tengah itu semua, publik terbelah: antara yang percaya pada proses hukum, dan yang percaya pada narasi konspirasi. Karena di negeri ini, terkadang yang tak terlihat justru paling dipercaya.

Praperadilan Rismon bukan hanya soal status tersangka. Ini soal siapa yang berhak bicara atas nama kebenaran. Dan apakah kebenaran harus selalu dipertontonkan, atau cukup dibuktikan di ruang penyidikan?

Jika hukum tunduk pada opini, maka siapa pun bisa jadi hakim. Tapi jika hukum berdiri tegak, maka panggung akan kembali pada mereka yang membawa bukti, bukan sekadar narasi.

Darius Leka, S.H.

 

#rismonlawantersangka #praperadilanijazah #ijazahtaktampak #narasivsbukti #hukumbukanspekulasi #kebenarantakharusviral #roysuryotersangka #fitnahijazahjokowi #peradibersatumelawan #hukumbukanpanggung #22buktibukannarasi #kebenarantanpadrama #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar