![]() |
| Sebagai advokat, "saya melihat ini bukan sekadar tafsir hukum, tapi juga soal etika konstitusional" |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa polisi aktif yang sudah terlanjur menduduki jabatan sipil tidak perlu mundur, meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarang praktik tersebut. Alasannya: tidak berlaku surut dan menunggu kesadaran institusional Polri untuk menarik anggotanya.
Di negeri hukum, kadang palu keadilan diketuk, tapi pintu pelaksanaan tetap
tertutup. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah jelas: polisi
aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil. Tapi Menteri Hukum justru
menyatakan: yang sudah terlanjur, tak perlu mundur. Maka publik pun
bertanya: apakah hukum hanya berlaku ke depan, atau juga harus menata masa
lalu?
Sebagai advokat, saya melihat ini bukan sekadar tafsir hukum, tapi juga soal
etika konstitusional.
Putusan MK bersifat final dan mengikat. Dalam hal ini, MK menghapus celah
hukum yang selama ini memungkinkan polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa
melepas status keanggotaannya. Namun, secara prinsip, putusan MK tidak berlaku
surut. Artinya, mereka yang sudah menjabat sebelum putusan tidak otomatis harus
mundur.
Tapi apakah ini cukup? Dalam sistem hukum yang menjunjung supremasi
konstitusi, membiarkan pelanggaran berlanjut hanya karena “terlanjur” adalah
bentuk kompromi terhadap keadilan.
Menteri Hukum menyatakan bahwa mundurnya polisi dari jabatan sipil “menunggu
kesadaran Polri”. Ini bukan hanya pernyataan administratif, tapi juga refleksi
politik hukum. Seolah hukum tak lagi memerintah, tapi hanya menyarankan.
Dalam satire hukum, ini disebut “hukum yang sopan”—ia tidak memaksa, hanya
berharap. Tapi dalam praktik, harapan tanpa sanksi adalah jalan sunyi menuju
impunitas.
Jabatan sipil seharusnya diisi oleh aparatur sipil negara (ASN) yang netral.
Ketika polisi aktif mendudukinya, potensi konflik kepentingan dan bias
institusional menjadi nyata. Apalagi jika jabatan itu strategis, seperti kepala
dinas, staf ahli, atau pejabat kementerian.
Membiarkan polisi aktif tetap menjabat sipil bukan hanya soal prosedur, tapi
soal prinsip: apakah kita masih percaya pada pemisahan kekuasaan dan netralitas
birokrasi?
Sebagai advokat, saya percaya bahwa hukum harus tegas, bukan hanya tertib.
Putusan MK adalah panggilan untuk menata ulang praktik birokrasi. Jika polisi
aktif tetap menjabat sipil, maka kita sedang membiarkan pelanggaran menjadi
kebiasaan.
Dan jika hukum hanya menunggu kesadaran, maka keadilan sedang tertidur di
bawah meja rapat.
Darius Leka, S.H.
#terlanjurmenjabattakperlumundur #putusanadamundurtiada
#hukummenunggukesadaran #jabatansipilbukanseragamaktif #mkbersuaramenteriberbeda #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat
#shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar