Selasa, 18 November 2025

Polisi Aktif di Jabatan Sipil; Mundur atau Menunggu Mundur?

Sebagai advokat, "saya melihat ini bukan sekadar tafsir hukum, tapi juga soal etika konstitusional"

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa polisi aktif yang sudah terlanjur menduduki jabatan sipil tidak perlu mundur, meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarang praktik tersebut. Alasannya: tidak berlaku surut dan menunggu kesadaran institusional Polri untuk menarik anggotanya.

Di negeri hukum, kadang palu keadilan diketuk, tapi pintu pelaksanaan tetap tertutup. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah jelas: polisi aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil. Tapi Menteri Hukum justru menyatakan: yang sudah terlanjur, tak perlu mundur. Maka publik pun bertanya: apakah hukum hanya berlaku ke depan, atau juga harus menata masa lalu?

Sebagai advokat, saya melihat ini bukan sekadar tafsir hukum, tapi juga soal etika konstitusional.

Putusan MK bersifat final dan mengikat. Dalam hal ini, MK menghapus celah hukum yang selama ini memungkinkan polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaannya. Namun, secara prinsip, putusan MK tidak berlaku surut. Artinya, mereka yang sudah menjabat sebelum putusan tidak otomatis harus mundur.

Tapi apakah ini cukup? Dalam sistem hukum yang menjunjung supremasi konstitusi, membiarkan pelanggaran berlanjut hanya karena “terlanjur” adalah bentuk kompromi terhadap keadilan.

Menteri Hukum menyatakan bahwa mundurnya polisi dari jabatan sipil “menunggu kesadaran Polri”. Ini bukan hanya pernyataan administratif, tapi juga refleksi politik hukum. Seolah hukum tak lagi memerintah, tapi hanya menyarankan.

Dalam satire hukum, ini disebut “hukum yang sopan”—ia tidak memaksa, hanya berharap. Tapi dalam praktik, harapan tanpa sanksi adalah jalan sunyi menuju impunitas.

Jabatan sipil seharusnya diisi oleh aparatur sipil negara (ASN) yang netral. Ketika polisi aktif mendudukinya, potensi konflik kepentingan dan bias institusional menjadi nyata. Apalagi jika jabatan itu strategis, seperti kepala dinas, staf ahli, atau pejabat kementerian.

Membiarkan polisi aktif tetap menjabat sipil bukan hanya soal prosedur, tapi soal prinsip: apakah kita masih percaya pada pemisahan kekuasaan dan netralitas birokrasi?

Sebagai advokat, saya percaya bahwa hukum harus tegas, bukan hanya tertib. Putusan MK adalah panggilan untuk menata ulang praktik birokrasi. Jika polisi aktif tetap menjabat sipil, maka kita sedang membiarkan pelanggaran menjadi kebiasaan.

Dan jika hukum hanya menunggu kesadaran, maka keadilan sedang tertidur di bawah meja rapat.

Darius Leka, S.H.

 

#terlanjurmenjabattakperlumundur #putusanadamundurtiada #hukummenunggukesadaran #jabatansipilbukanseragamaktif #mkbersuaramenteriberbeda #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar