Rabu, 12 November 2025

Pilih-Pilih Pekerjaan? Kenapa Tidak? Kuliah Hukum dari Surat Lamaran yang Jujur

“Pilih-pilih pekerjaan bukan pelanggaran. Itu bentuk kesadaran hukum”

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — “Di negeri yang katanya bebas memilih, kenapa memilih pekerjaan justru dianggap sombong?”

Tahun 1992. Layar monokrom, teks hijau, disket 5,25 inch. Di tengah keterbatasan itu, seorang pelajar SMEA menemukan keyakinan: masa depannya ada di benda canggih bernama komputer. Bukan karena tren, tapi karena intuisi.

Keyakinan itu menjadi kompas. Ia menolak pekerjaan yang tidak melibatkan komputer. Ia menulis surat lamaran hanya untuk posisi yang sesuai. Ia magang di firma hukum, bekerja di yayasan pendidikan, dan akhirnya menjadi video editor. Semua berawal dari keberanian untuk memilih.

“Kadang, hukum karir dimulai dari keberanian menolak.”

Di banyak surat lamaran, kalimat ini sering muncul: “Saya siap bekerja apa saja.” Kalimat yang terdengar rendah hati, tapi bisa jadi jebakan karir. Tanpa arah, tanpa spesifikasi, tanpa keyakinan.

Dalam hukum ketenagakerjaan, hak memilih pekerjaan dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tapi dalam praktiknya, banyak pekerja muda yang merasa harus menerima apa saja demi “halal”. Padahal, halal tidak harus berarti tanpa arah.

“Hukum memberi hak untuk memilih. Tapi masyarakat kadang memaksa untuk menerima.”

Karir bukan sekadar gaji. Ia adalah perjalanan hukum pribadi: dari niat, kompetensi, hingga keputusan. Menolak pekerjaan bukan berarti sombong. Itu bisa jadi bentuk perlindungan diri dari jalur yang tidak sesuai.

Dalam hukum kontrak kerja, prinsip kesepakatan bebas adalah fondasi. Maka, memilih pekerjaan adalah hak yang sah. Bahkan, dalam hukum pidana, memaksa seseorang bekerja di luar kehendaknya bisa masuk kategori eksploitasi.

“Pilih-pilih pekerjaan bukan pelanggaran. Itu bentuk kesadaran hukum.”

Ketika seseorang memilih pekerjaan sesuai passion, ia sedang membangun profesi. Tapi ketika ia menerima pekerjaan tanpa arah, ia hanya mengisi posisi. Maka penting bagi generasi muda untuk mengenali kekuatan diri, mengasah kompetensi, dan menuliskan tujuan dengan jelas.

Contoh dari Project Pop dan Kangen Band menunjukkan bahwa kesuksesan tidak selalu datang dari kesempurnaan, tapi dari keunikan. Hukum karir adalah tentang menggabungkan potensi dan peluang.

“Jika hukum adalah jalan, maka passion adalah kendaraan.”

Surat lamaran bukan sekadar formalitas. Ia adalah dokumen hukum pertama yang menyatakan siapa kita, apa yang kita inginkan, dan ke mana kita akan melangkah. Maka tulislah dengan jujur, dengan arah, dan dengan keyakinan.

Karena di dunia kerja, yang memilih akan berjalan. Yang mengikuti arus, akan tenggelam.

Darius Leka, S.H.

 

#hukumkarir #pilihpekerjaandengankeyakinan #suratlamaranadalahpernyataan #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar