![]() |
| “Pilih-pilih pekerjaan bukan pelanggaran. Itu bentuk kesadaran hukum” |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Di negeri yang katanya bebas memilih, kenapa memilih pekerjaan justru dianggap sombong?”
Tahun 1992. Layar monokrom, teks hijau, disket 5,25 inch. Di tengah
keterbatasan itu, seorang pelajar SMEA menemukan keyakinan: masa depannya ada
di benda canggih bernama komputer. Bukan karena tren, tapi karena intuisi.
Keyakinan itu menjadi kompas. Ia menolak pekerjaan yang tidak melibatkan
komputer. Ia menulis surat lamaran hanya untuk posisi yang sesuai. Ia magang di
firma hukum, bekerja di yayasan pendidikan, dan akhirnya menjadi video editor.
Semua berawal dari keberanian untuk memilih.
“Kadang, hukum karir dimulai dari keberanian menolak.”
Di banyak surat lamaran, kalimat ini sering muncul: “Saya siap bekerja apa
saja.” Kalimat yang terdengar rendah hati, tapi bisa jadi jebakan karir. Tanpa
arah, tanpa spesifikasi, tanpa keyakinan.
Dalam hukum ketenagakerjaan, hak memilih pekerjaan dijamin oleh Pasal 27
ayat (2) UUD 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tapi dalam praktiknya, banyak pekerja muda yang merasa harus menerima apa saja
demi “halal”. Padahal, halal tidak harus berarti tanpa arah.
“Hukum memberi hak untuk memilih. Tapi masyarakat kadang memaksa untuk
menerima.”
Karir bukan sekadar gaji. Ia adalah perjalanan hukum pribadi: dari niat,
kompetensi, hingga keputusan. Menolak pekerjaan bukan berarti sombong. Itu bisa
jadi bentuk perlindungan diri dari jalur yang tidak sesuai.
Dalam hukum kontrak kerja, prinsip kesepakatan bebas adalah
fondasi. Maka, memilih pekerjaan adalah hak yang sah. Bahkan, dalam hukum
pidana, memaksa seseorang bekerja di luar kehendaknya bisa masuk kategori
eksploitasi.
“Pilih-pilih pekerjaan bukan pelanggaran. Itu bentuk kesadaran hukum.”
Ketika seseorang memilih pekerjaan sesuai passion, ia sedang membangun
profesi. Tapi ketika ia menerima pekerjaan tanpa arah, ia hanya mengisi posisi.
Maka penting bagi generasi muda untuk mengenali kekuatan diri, mengasah
kompetensi, dan menuliskan tujuan dengan jelas.
Contoh dari Project Pop dan Kangen Band menunjukkan bahwa kesuksesan tidak
selalu datang dari kesempurnaan, tapi dari keunikan. Hukum karir adalah tentang
menggabungkan potensi dan peluang.
“Jika hukum adalah jalan, maka passion adalah kendaraan.”
Surat lamaran bukan sekadar formalitas. Ia adalah dokumen hukum pertama yang
menyatakan siapa kita, apa yang kita inginkan, dan ke mana kita akan melangkah.
Maka tulislah dengan jujur, dengan arah, dan dengan keyakinan.
Karena di dunia kerja, yang memilih akan berjalan. Yang mengikuti arus, akan
tenggelam.
Darius Leka, S.H.
#hukumkarir #pilihpekerjaandengankeyakinan #suratlamaranadalahpernyataan
#jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka
#darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar