![]() |
| “Hukum harus tahu bahwa tidak semua orang bekerja di balik meja. Ada yang bekerja di bawah matahari” |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”— Pramoedya Ananta Toer
Di Indonesia, bekerja bukan sekadar mencari nafkah. Ia adalah bentuk
eksistensi, martabat, dan perlawanan terhadap ketergantungan. Tapi ironisnya,
hukum kita lebih sibuk mengatur korporasi daripada melindungi pekerja mandiri.
Pedagang kaki lima, petani kecil, tukang ojek, penjahit rumahan—mereka
adalah wajah dari kutipan Pramoedya. Mereka makan dari keringat sendiri. Tapi
apakah hukum hadir untuk mereka?
“Di negeri ini, yang punya kantor dilindungi. Yang punya lapak ditertibkan.”
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja 2020 lebih
banyak bicara soal hubungan kerja formal. Pekerja informal dan mandiri sering
kali luput dari perlindungan: tak ada jaminan sosial, tak ada perlindungan
hukum, tak ada ruang negosiasi.
Padahal, menurut data BPS, lebih dari 60% angkatan kerja Indonesia berada di
sektor informal. Mereka adalah tulang punggung ekonomi, tapi hukum belum cukup
berpihak.
“Jika hukum adalah payung, maka pekerja mandiri masih kehujanan.”
Pramoedya tidak bicara soal pasal. Ia bicara soal prinsip. Bahwa kebahagiaan
sejati lahir dari kerja keras, bukan warisan atau koneksi. Maka hukum harus
menjadi alat untuk memastikan bahwa kerja keras tidak berujung pada
eksploitasi.
Perlu reformasi hukum ketenagakerjaan yang inklusif: perlindungan bagi
pekerja mandiri, akses terhadap jaminan sosial, dan pengakuan atas kerja
non-formal sebagai bagian dari sistem hukum.
“Hukum harus tahu bahwa tidak semua orang bekerja di balik meja. Ada yang
bekerja di bawah matahari.”
Keringat adalah bukti kerja. Tapi tanpa hukum yang adil, keringat bisa
berubah jadi air mata. Maka negara harus hadir bukan sebagai pengatur, tapi
sebagai pelindung. Bukan sebagai pemungut, tapi sebagai penyokong.
Karena mereka yang makan dari keringat sendiri adalah pahlawan ekonomi.
Mereka tidak meminta, mereka mencipta. Mereka tidak bergantung, mereka
bertahan.
“Jika hukum tidak berpihak pada mereka, maka hukum kehilangan makna.”
Kutipan Pramoedya bukan sekadar kalimat indah. Ia adalah manifesto keadilan.
Maka mari kita dorong hukum yang berpihak pada kerja keras, bukan pada
kekuasaan. Karena di balik setiap usaha mandiri, ada harapan yang ingin
dilindungi.
Darius Leka, S.H.
#keringatsendiri #hukumuntukpekerjamandiri #pramoedyaberbicara
#jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka
#darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar