Senin, 17 November 2025

Pernyataan Margarito Kamis; Antara Fotokopi, Fatwa, dan Fondasi Hukum

"Dalam hukum pidana, fotokopi bukanlah alat bukti utama"

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — “Kalau cuma fotokopian yang dianalisa orang-orang ini bermasalah. Saya sarankan umrohlah dulu, biar betobat.”— Margarito Kamis, Pakar Hukum Tata Negara

Di tengah polemik ijazah Presiden Joko Widodo yang kembali diangkat oleh Roy Suryo dan koleganya, muncul suara lantang dari pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Bukan dengan dalil pasal, melainkan dengan sindiran tajam: “Umrohlah dulu, biar betobat.”

Pernyataan ini bukan sekadar kritik akademik. Ia adalah tamparan retoris yang menggabungkan hukum, moral, dan satire dalam satu kalimat. Tapi apakah substansinya sekuat nadanya?

Roy Suryo cs mengklaim menemukan kejanggalan dalam ijazah Jokowi, berdasarkan analisis terhadap salinan dokumen. Mereka membandingkan dengan ijazah pembanding dari UGM dan menyimpulkan adanya perbedaan format, tanda tangan, dan elemen visual.

Namun, dalam hukum pidana, fotokopi bukanlah alat bukti utama. Ia hanya bisa menjadi petunjuk, bukan pembuktian. Untuk membuktikan pemalsuan, harus ada verifikasi ke institusi penerbit, audit forensik, dan konfirmasi dari pihak berwenang.

Bareskrim Polri telah menyatakan ijazah Jokowi asli, setelah melalui pemeriksaan laboratorium forensik. Maka, analisis berbasis fotokopi tanpa otentikasi resmi bisa dianggap cacat metodologis.

Margarito menyarankan para pengkritik untuk “umroh dulu, biar betobat.” Sebuah sindiran yang menggambarkan bahwa kritik mereka lebih bersifat emosional daripada legal.

Namun, apakah satire ini menyelesaikan masalah atau justru memperkeruh diskursus hukum?

Jika umroh dijadikan solusi atas konflik legal, maka kita sedang mengganti due process dengan spiritual bypass. Padahal, hukum tidak mengenal ziarah sebagai klarifikasi. Ia mengenal verifikasi dokumen, uji forensik, dan prosedur penyidikan.

Sebagai advokat, saya ingin mengajak publik memahami bahwa:

  • Fotokopi bukan bukti hukum yang sah, kecuali telah diverifikasi oleh lembaga resmi.
  • Pemalsuan dokumen adalah tindak pidana, tapi tuduhan harus didasarkan pada bukti otentik.
  • Sindiran tidak menggantikan klarifikasi, dan satire tidak bisa menggantikan prosedur hukum.

Pakar hukum punya tanggung jawab untuk menjernihkan, bukan memperkeruh. Kritik boleh, tapi harus berbasis hukum, bukan hanya retorika.

Pernyataan Margarito Kamis adalah pengingat bahwa dalam hukum, substansi lebih penting daripada sensasi. Jika ijazah Jokowi memang asli, maka polemik ini harus dihentikan. Tapi jika ada keraguan, maka penyelidikan harus dilakukan secara objektif.

Dan jika kritik hanya berbasis fotokopi, maka kita sedang membangun opini di atas bayangan. Bukan di atas bukti.

Darius Leka, S.H.

 

#umrohdulubiarbetobat #fotokopibukandalil #ijazahbukankitabsuci #gelarbukanjalankesurga #pakarbersyair #roysuryovsfotokopi #margaritomenohok #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar