![]() |
| "Hukum berjalan di atas prosedur, bukan prasangka" |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Prof. Jamin Ginting menegaskan bahwa penyidiklah yang berwenang menentukan pasal terhadap tersangka setelah memverifikasi keaslian ijazah dari sumber resmi seperti UGM dan pemegang ijazah asli, yakni Presiden Jokowi. Pernyataan ini kontras dengan klaim pihak pro-Mahfud MD dan Roy Suryo cs yang menyebut ijazah Jokowi “99,999% palsu” hanya berdasarkan fotokopi.
Di negeri yang gemar menguliti kertas, selembar ijazah bisa
menjadi panggung drama nasional. Tak peduli apakah itu salinan atau asli, yang
penting bisa memantik opini. Dan di tengah pusaran ini, muncul dua kutub: satu
berbicara dengan data forensik, satu lagi dengan persentase nyaris absolut—99,999%.
Namun hukum tak mengenal angka hiperbolik. Ia mengenal
bukti, prosedur, dan kewenangan. Dan di sinilah suara Prof. Jamin Ginting
menjadi penting.
Prof. Jamin Ginting, pakar hukum pidana, menjelaskan bahwa
dalam sistem peradilan pidana Indonesia, penyidik adalah satu-satunya pihak
yang berwenang menentukan pasal yang dikenakan kepada tersangka. Tapi
sebelum itu, mereka harus memverifikasi bukti—dalam hal ini, ijazah.
Dan verifikasi itu bukan dilakukan lewat media sosial, bukan
lewat analisis visual fotokopi, apalagi lewat “pakar” yang tak pernah menyentuh
dokumen asli. Verifikasi dilakukan ke dua sumber utama:
- Universitas
Gadjah Mada (UGM)
sebagai penerbit ijazah.
- Presiden
Jokowi sebagai pemegang sah dokumen.
Hasilnya? Ijazah dinyatakan asli. Bahkan telah disita dan
diperiksa oleh penyidik Polresta Surakarta dan Bareskrim Polri.
Sementara itu, Roy Suryo dan koleganya menyatakan bahwa
ijazah Jokowi “99,999% palsu.” Angka yang terdengar seperti hasil laboratorium,
tapi tanpa laboratorium. Seolah-olah kebenaran bisa dihitung dengan kalkulator
opini.
Jika hukum bisa ditentukan oleh angka buatan sendiri, maka
kita tak butuh penyidik. Cukup polling Twitter dan analisis grafis. Tapi hukum
bukan panggung sandiwara. Ia adalah ruang sunyi tempat fakta diuji, bukan
dibumbui.
Sebagai advokat, saya ingin menegaskan:
- Penyidik
adalah satu-satunya pihak yang berwenang menentukan pasal pidana, bukan pengamat media sosial.
- Fotokopi
bukan alat bukti utama,
kecuali telah diverifikasi dan disandingkan dengan dokumen asli.
- Verifikasi
ke institusi resmi adalah syarat mutlak,
bukan opini publik.
- Pernyataan
hiperbolik tanpa dasar hukum bisa menyesatkan dan berpotensi menjadi
fitnah.
Dalam hukum, kita tak boleh bermain-main dengan tuduhan.
Apalagi jika menyasar kepala negara. Jika benar ada pemalsuan, maka hukum harus
ditegakkan. Tapi jika tuduhan hanya bersandar pada fotokopi dan asumsi, maka
kita sedang mencederai akal sehat hukum.
Prof. Jamin Ginting telah mengingatkan: hukum berjalan di
atas prosedur, bukan prasangka. Dan sebagai masyarakat yang cerdas, kita
pun harus belajar membedakan antara kritik yang sah dan sensasi yang salah
arah.
Darius Leka, S.H.
#ijazahdankewenangan #hukumberdasarkanbukti
#penyidikmenentukanpasal #ugmadalahsumberresmi #dokumenaslibukansalinan #edukasihukumpublik
#advokatbersuara #menjagamarwahhukum #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar