![]() |
| “Jika hukum menghukum yang tak bersalah, maka hukum telah berubah jadi alat kekuasaan” |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Janganlah melakukan ketidakadilan karena kebencianmu itu, karena hukum tidak dibangun dari dendam.”
Di ruang sidang, kita sering melihat paradoks: pelaku pelanggaran justru
menuntut ganti rugi. Ia melanggar kontrak, tapi menyalahkan sistem. Ia menabrak
aturan, tapi menuntut perlindungan. Di sinilah prinsip Nullus Nemo Commodum
Capere Potest de Injuria Sua Propria menjadi penting.
Prinsip ini menegaskan: tak seorang pun boleh diuntungkan karena kesalahan
yang ia lakukan sendiri. Hukum tidak boleh memberi hadiah kepada pelanggar.
Sebaliknya, hukum harus melindungi yang dirugikan, bukan yang merugikan.
“Jika hukum memberi untung kepada pelanggar, maka keadilan telah berubah
jadi komoditas.”
Contoh nyata: seseorang membatalkan perjanjian sepihak, lalu menggugat
karena tidak mendapat keuntungan. Atau pelaku pencemaran lingkungan yang menuntut
karena izin usahanya dicabut. Atau koruptor yang minta rehabilitasi nama baik.
Dalam hukum perdata, asas ini menjadi benteng terhadap gugatan yang
manipulatif. Dalam hukum pidana, ia menjadi pengingat bahwa pelaku tidak boleh
berlindung di balik prosedur untuk menghindari tanggung jawab.
“Hukum bukan tempat berlindung dari kesalahan. Ia adalah tempat
mempertanggungjawabkan kesalahan.”
Prinsip ini juga menegaskan bahwa tak seorang pun boleh dirugikan karena
kesalahan orang lain. Dalam praktik, ini berarti: jangan hukum anak karena
kesalahan orang tua. Jangan cabut hak warga karena ulah pejabat. Jangan
batalkan kontrak karena kelalaian pihak ketiga.
Dalam hukum administrasi, prinsip ini menjadi dasar perlindungan terhadap
warga negara. Dalam hukum pidana, ia menjadi batas antara tanggung jawab
individu dan kolektif.
“Jika hukum menghukum yang tak bersalah, maka hukum telah berubah jadi alat
kekuasaan.”
Prinsip Nullus Nemo bukan sekadar kutipan klasik. Ia adalah cermin
dari nurani hukum. Ia mengingatkan bahwa keadilan bukan soal menang atau kalah,
tapi soal siapa yang benar dan siapa yang salah.
Maka dalam setiap gugatan, setiap vonis, dan setiap kebijakan, hukum harus
bertanya: apakah ini memberi untung kepada pelanggar? Apakah ini merugikan yang
tak bersalah?
“Hukum yang adil tidak memberi hadiah kepada yang licik, dan tidak memberi
luka kepada yang jujur.”
Di tengah dunia yang penuh manipulasi, prinsip Nullus Nemo adalah
kompas. Ia menuntun hukum agar tetap berpihak pada kebenaran, bukan pada
kepentingan. Karena hukum bukan soal siapa yang paling pintar berkelit, tapi
siapa yang paling jujur bertanggung jawab.
Darius Leka, S.H.
#nullusnemo #hukumtanpamanipulasi #keadilantanpadiskon #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar