![]() |
| "Jangan biarkan rasisme dibungkus sebagai “kesalahpahaman”. |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA – Di sebuah ruang kelas di UNAS Jakarta, seorang mahasiswi Papua menjadi sasaran ujaran r*sis. Bukan karena nilai, bukan karena sikap, tapi karena warna kulit dan asal daerah. Kata-kata yang menusuk itu bukan sekadar h*naan—ia adalah warisan kolonialisme yang belum benar-benar mati. Tapi anehnya, jerit itu tak menggema di ruang publik. Tak ada breaking news. Tak ada breaking hearts.
UNAS, lewat pernyataan resminya, menyebut insiden itu sebagai
“kesalahpahaman komunikasi” dan menegaskan komitmen menolak r*sisme. Dialog
dilakukan. Permintaan maaf disampaikan. Tapi publik bertanya; di mana hukum?
Jika r*sisme adalah kej*hatan, mengapa pelakunya tak pernah disebut? Mengapa
tak ada proses hukum yang transparan?
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, ujaran r*sis bukan
sekadar pelanggaran etika—ia adalah tindak pidana. Pelaku bisa dikenai hukuman
pidana penjara hingga 5 tahun. Maka pertanyaannya; apakah pelaku di UNAS sudah
diproses secara hukum, atau cukup dengan permintaan maaf dan dialog internal?
Kampus boleh pasang spanduk “Tolak R*sisme”, tapi jika pelaku
hanya ditegur tanpa proses hukum, maka itu bukan keadilan—itu kosmetik.
“Toleransi bukan berarti memaafkan kejahatan, tapi menegakkan keadilan tanpa
pandang warna kulit,” kata seorang aktivis mahasiswa. Di negeri ini, kadang
hukum lebih cepat menindak pencuri sandal daripada pelaku r*sisme.
Mahasiswi Papua itu mungkin tak punya panggung, tapi ia punya
hak. Hak untuk dihormati, didengar, dan dilindungi. Jika hukum tak berpihak
padanya, maka kita semua sedang membiarkan luka lama terus bernanah. Ini bukan
hanya soal UNAS, tapi soal wajah Indonesia; apakah kita sungguh-sungguh merdeka
dari r*sisme?
Mari kawal kasus ini. Jangan biarkan r*sisme dibungkus sebagai
“kesalahpahaman”. Desak penegakan hukum yang adil dan transparan. Karena jika
hukum hanya tegas pada yang lemah, dan lunak pada pelaku r*sisme, maka kita
sedang membangun negeri di atas luka.
Salam Keadilan,
Darius Leka, S.H.
#tolakrasisme #papuabukananaktiri #hukumuntuksemua #rasismeadalahkejahatan
#unasharusadil #solidaritaspapua #kulithitamhatiemas #jangkarkeadilan
#foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice
#jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar