![]() |
| “Jika adat menjaga tanah, maka hukum harus menjaga tubuh dan jiwa” |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — “Di tanah yang kaya akan iman dan adat, kenapa tubuh manusia masih bisa diperjualbelikan?” Nusa Tenggara Timur dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budaya. Tapi di balik itu, NTT menyimpan ironi: ia adalah salah satu daerah dengan kasus perdagangan orang (TPPO) tertinggi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, penanganan kasus TPPO di NTT masih jauh dari maksimal.
Modusnya beragam: dari janji kerja di luar negeri, pemalsuan dokumen, hingga
perekrutan oleh orang dekat. Korbannya? Mayoritas perempuan dan anak muda.
Mereka dijanjikan pekerjaan, tapi berakhir sebagai korban eksploitasi seksual,
buruh paksa, bahkan perbudakan modern.
“Mereka berangkat dengan koper harapan, pulang dalam peti penderitaan.”
Penelitian dari Universitas Nusa Cendana mengungkap bahwa penyidikan kasus
TPPO di NTT kerap terhambat oleh minimnya bukti, keterbatasan sumber daya, dan
keterlibatan jaringan terorganisir. Bahkan, banyak korban yang enggan melapor
karena takut, malu, atau tidak tahu bahwa mereka adalah korban.
Peraturan Daerah Kabupaten Ngada Nomor 10 Tahun 2018 sebenarnya sudah
mengatur pencegahan dan penanganan TPPO secara komprehensif. Tapi
implementasinya masih lemah. Satgas TPPO sering kali tidak bersinergi, dan
upaya pencegahan belum menyentuh akar masalah: kemiskinan, pendidikan rendah,
dan minimnya lapangan kerja.
“Jika hukum hanya tertulis di kertas, maka pelaku akan terus menulis ulang
nasib korban.”
UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO memberi dasar hukum yang
kuat. Tapi hukum tak bisa bekerja sendiri. Ia butuh keberanian aparat,
kesadaran masyarakat, dan perlindungan nyata bagi korban.
Pemerintah daerah harus aktif: membentuk posko pengaduan, mengedukasi
masyarakat, dan menindak tegas pelaku—termasuk calo dan perekrut lokal. Gereja,
sekolah, dan tokoh adat harus dilibatkan. Karena perdagangan orang bukan hanya
soal hukum, tapi soal nilai.
“Jika adat menjaga tanah, maka hukum harus menjaga tubuh dan jiwa.”
NTT tidak boleh terus menjadi halaman belakang dari tragedi kemanusiaan.
Anak-anaknya berhak tumbuh, bukan dijual. Perempuannya berhak bekerja, bukan
dieksploitasi. Lelakinya berhak bermimpi, bukan ditipu.
Mari kita ubah narasi: dari korban menjadi penyintas, dari diam menjadi
bersuara, dari perantara menjadi pelindung.
Darius Leka, S.H.
#ntt #tolakperdaganganorang #hukumuntukmanusia #stophumantrafficking
#jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka
#darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar