Jumat, 12 Juni 2020

Munas Unio XI di Ambon; Ketika Damai Menjadi Agenda, dan Hukum Menjadi Penjaga

Tokoh lintas agama menyerukan perdamaian di Maluku. Masing-masing tokoh agama, meminta masyarakat Maluku agar tetap menjaga toleransi agama yang telah terbangun pasca konflik sosial belasan tahun lalu.

JANGKARKEADILAN, AMBON – Di tengah riuh rendah dunia yang gemar mengarsipkan konflik, Ambon memilih untuk mengarsipkan harapan. Kamis, 2 Oktober, Islamic Center Ambon menjadi saksi pertemuan lintas iman dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Unio Indonesia. Para Pastor Projo, Uskup, tokoh Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha duduk bersama, bukan untuk menyusun dogma, tapi untuk merawat damai.

Uskup Amboina, Mgr. P.C. Mandagi, membuka lembaran baru dengan kalimat yang menggugah: “Konflik itu sudah berlalu.” Sebuah pernyataan yang bukan sekadar refleksi, tapi deklarasi. Maluku, yang pernah menjadi panggung kelam konflik sosial, kini menjadi panggung persaudaraan.

Dalam perspektif hukum, perdamaian bukan hanya cita-cita, tapi kewajiban. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menjamin hak setiap warga untuk hidup aman dan bebas dari ancaman. Maka, Munas Unio bukan hanya forum spiritual, tapi juga forum konstitusional.

Pdt. John Ruhulessin dari Sinode GPM menegaskan bahwa perdamaian di Maluku bukan hasil intervensi, tapi hasil kesadaran kolektif. “Konflik sosial itu tidak ada untungnya,” katanya. Pernyataan ini seharusnya menjadi kutipan wajib dalam setiap naskah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Mekanisme damai yang dibangun berbasis rasa saling percaya. Tapi hukum tidak cukup hanya dengan rasa. Ia perlu regulasi. Maka, Peraturan Daerah tentang Kerukunan Umat Beragama, Forum FKUB, dan program lintas iman harus diperkuat sebagai instrumen hukum yang menjaga damai tetap hidup.

Ketua MUI Maluku, Idrus Toekan, mengingatkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. Ia menyerukan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi. Sebuah pesan yang terasa seperti satire bagi mereka yang gemar menggoreng isu demi rating dan klik.

Di negeri yang kadang lebih cepat menyebar hoaks daripada menyebar harapan, Munas Unio menjadi penyeimbang. Ia tidak bicara tentang siapa yang benar, tapi tentang bagaimana kita bisa benar bersama.

Munas Unio XI di Ambon adalah bukti bahwa hukum bisa bersinergi dengan iman, dan damai bisa menjadi produk hukum. Di tengah dunia yang gemar membangun tembok, Maluku memilih membangun jembatan. Dan jika suatu hari kita lupa cara berdamai, mungkin kita perlu kembali ke Islamic Center Ambon, tempat di mana damai pernah dirumuskan dalam doa dan pasal.

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar