JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Para tokoh lintas agama di Indonesia merespon masalah pengungsi Rohingya dengan menyerukan agar pemerintah mengutamakan pertimbangan kemanusiaan dalam menangani para pengungsi asal Myanmar itu yang dalam dua pekan terkahir terus terdampar di wilayah Aceh.Perwakilan dari tokoh Muslim, Kristen, Budha dan aktivis lintas agama menyatakan, Indonesia harus mengambil sikap berbeda dengan negara lain di Asia Tenggara yang menolak warga Rohingya. Menurut mereka, “Konstitusi Indonesia dengan jelas menegaskan bahwa prinsip kemanusiaan adalah hal yang harus dijunjung tinggi.”
Dalam sebuah pernyataan bersama yang dibacakan dalam konferensi pers di kantor Wahid Institute – sebuah LSM yang fokus pada isu kebebasan beragama – di Jakarta, Kamis, tokoh agama menyatakan mengapresiasi langkah penduduk dan pemerintah lokal di Aceh yang menampung dan memberi pertolongan kepada para pencari suaka dan pengungsi Rohingya dengan alasan kemanusiaan.
Mereka juga meminta pemerintah untuk memberikan pertolongan kepada pencari suaka dan pengungsi di wilayah Indonesia, termasuk mereka yang saat ini masih terombang-ambing di tengah laut, untuk mencari solusi jangka panjang (durable solution). Mereka juga mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan jajarannya untuk memberikan perlakuan yang manusiawi kepada pengungsi Rohingya.
Namun, dalam kesempatan yang sama, mereka juga mengecam sikap TNI yang menolak para pencari suaka dan pengungsi untuk memasuki wilayah Indonesia. Dalam polemik ini, militer Indonesia memang kerap menyampaikan pernyataan yang memberi sinyal adanya upaya penolakan terhadap kapal-kapal yang terdampar di wilayah Aceh dan mengangkut warga Rohingya.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko misalnya mengatakan dalam kuliah umum di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Rabu kemarin, bila Rohingya tidak dihalangi masuk ke Indonesia, maka bisa ada potensi masalah sosial yang bisa timbul. “Dikhawatirkan ini akan memunculkan berbagai persoalan sosial. Kita sendiri menghadapi masalah masyarakat miskin masih banyak, Kenapa kita mesti menanggung persoalan baru?” katanya seperti dikutip detik.com.
Para tokoh lintas agama menyayangkan sikap demikian, sebagaimana ditunjukan TNI. Kiai Maman Imanuhaq dari Nahddatul Ulama (NU) mengatakan, kini saatnya Indonesia menunjukkan momitmen pada kemanusiaan. “Ini memang persoalan pelik, karena terkait dengan politik, sejarah dan masalah lainnya, tapi Indonesia harus menunjukkan pada dunia keberpihakan pada kemanusiaan,” katanya.
Ia menjelaskan, apa yang dialami oleh Rohingya adalah tragedi yang mesti disikapi semua pihak. “Yang bisa dilakukan saat ini adalah memberi tempat bagi para pengungsi,” kata kiai yang juga anggota DPR RI ini.
Sementara itu, Sugiyanto, perwakilan dari kelompok Buddha mengingatkan, persoalan ini tidak boleh digiring ke isu agama.
Ia menjelaskan, kasus Rohingya memang kerap dikait-kaitkan oleh pihak tertentu sebagai kasus Muslim dan Buddha, yang membuat relasi Muslim dan Buddha di Indonesia memanas.
Tahu 2011, kata dia, ada bikhu mereka yang dipukul dan dua wihara diserbu setelah kasus Rohingya mencuat. “Padahal, tidak ada hubungannya antara umat Buddha di Indonesia, dengan yang di Myanmar,” katanya.
Pendeta Stepehen Siahaan dari Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengatakan, yang saat ini harus dipertimbangan pemerintah adalah bagaimana membantu warga Rohingya yang sekarang terdampar. “Mereka itu sudah jelas-jelas mengami situasi mengerikan. Yang pertama-tama dilakukan adalah menyelamatkan yang sekarat itu. Pertimbangan kemanusiaan harus melampaui segala-galanya,” kata dia.
Para tokoh lintas agama juga menyatakan komitmen membantu pemerintah dalam penanganan masalah ini. Selain membuka donasi dana dari semua penganut agama di Indonesia, berbagai bentuk sumbangan lain ditawarkan.
Kian Maman misalnya mengatakan, NU sudah menetapkan bahwa sejumlah pesantrena akan menampung anak-anak Rohingya yang sekarang ini terdampar. “Mereka adalah kelompok rentan yang haknya mesti kita perhatikan,” katanya. “Tidak ada alasan apapun membiarkan anak-anak itu terlantar. Atas dasar panggilan kemanusiaan kita harus bertanggung jawab menyelamatkan mereka.” jelas Maman.
Ia menegaskan, sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang beradab, memberikan perlindungan kepada siapapun tanpa memandang etnik, suku, ras, aliran, ideologi dan agama, adalah kewajiban dan panggilan kemanusiaan.
Sementara itu, Pendeta Stepehen mengatakan, mereka sudah dan akan terus memberi bantuan. “Kami menggerakan umat Kristen, khususnya di Sumatera Utara mulai mengumpulkan dana untuk para pengungsi Rohingya,” katanya.
Pemberian bantuan ini dilakukan oleh PGI dengan menghimpun dana dan logistik bagi pengungsi yang berada di Aceh. Masalah Rohingya, kata dia, juga menjadi tema yang akan didiskusikian dalam Sidang Gereja Asia yang dilaksanakan di Ancol, Jakarta mulai kemarin hingga Sabtu mendatang.
Sementara itu, Ahmad Suebi dari Abdurahman Wahid Centre mengatakan, masalah ini memang masalah regional dan dunia. “Ini masalah yang harus ditangai ASEAN, di mana ada penolakann terhadap warga tertentu yang kebetulan Islam. Ini adalah upaya pembersihan etnis,” katanya. Sambil membantu para pengungsi yang terdampar saat ini, kata dia, Indonesia harus terus mengangkat kasus ini kepada dunia, agar ada solusi permananen.
Alamsyah M Djafar dari Wahid Institute mengatakan, meski saat ini banyak pengungsi yang datang ke Indonesia, namuan hal itu tidak bisa dilihat sebagai beban. “Karena mereka hanya transit di Indonesia. Yang tangai nanti adalah kerja sama dengan PBB,” katanya. “Sambil membahas langkah jangka panjang dengan negara-negara lain, sebaiknya Indonesia menerima mereka,” lanjutnya.
_____________________
(Ryan Dagur/ ucanews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar