RP. Markus Gunadi, OFM |
Dari mana uangnya bu…? tanya bapak. Saya dapat arisan ibu-ibu WKRI kemarin dan masih sisa kira-kira enam ratusan ribu pak!. Ya ampun bu…! uang kuliah anak-anak kita bulan ini harus dibayar bu!. Lagi pula bapak tidak tiap hari suka makan bandeng presto? Bukan berarti kita harus memiliki alatnya?. Dialogpun menjadi diskusi berkepanjangan dan akhirnya menimbulkan pertengkaran.
Kisah yang menggambarkan satu dari sekian banyak masalah/ persoalan yang sering di alami dalam panggilan sebagai hidup berkeluarga. Pertengkaran, konflik, percecokan, saling tidak menyapa, jalan sendiri-sendiri merupakan bias yang sering timbul dalam hidup sehari-hari. Tujuan ibu tadi baik, agar bapak bisa lebih mudah untuk mendapatkan bandeng presto. Demikian juga maksud baik dari bapak agar pintar memilih skala prioritas bagi kepentingan keluarga. Kalau demikian keadaannya siapakah yang salah?
Untuk mendampingi dan menyegarkan kembali keluarga-keluarga muda maupun yang sudah memasuki tahun emas untuk menghayati Sakramen Perkawinan dan panggilan hidup berkeluarga sesuai dengan kehendak Allah, maka Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) dan Sie Liturgi mempunyai agenda tetap menyelenggarakan misa pembaharuan janji perkawinan dan sharing dengan para pasutri, pada Sabtu terakhir tiap bulan. Dikoordinir oleh pasutri Ambrosius S. Mally dari Sie SKK, menghadirkan pastor untuk mendapatkan siraman rohani.
Nilai positif dari kegiatan ini adalah sikap untuk membagi suka duka hidup berkeluarga. Pasutri Antunius Gurning dalam sharing bersama Sabtu ( 31/10), memasuki usia perkawinan yang ke-26 tahun, perjalanan kehidupan perkawainan mereka bagaikan sungai yang terus mengalir di saat musim kering. “Mintalah maka kamu akan diberi” itulah yang menjadi menjadi pegangan hidup keluarga ini. Artinya tidak semuanya berjalan mulus tetap ada rintangan-rintangan tinggal caranya saja bagaimana mengolah konfilk itu untuk menjadi berkat yang tak ternilai yaitu dengan ucapan syukur kepada Tuhan.
Sabtu, (28/11) dimana masing-masing pasutri berbagi pengalaman hidup berkeluarga. Keluarga bapak Anton Wibisono dari lingkungan St. Brigita mengisahkan dalam situasi sulit dan waktu yang sempit dan rumah seakan hanya tempat untuk numpang tidur, karena iman akan Kristus, kasih serta perhatian yang besar kepada keluarga dalam usia perkawinan yang ke-17 pendidikan keluarga secara katolik adalah yang utama.
Perjalanan panjang dan penuh lika-liku dialami juga oleh keluarga bapak Hengky dari lingkungan Sisilia. Bagaimana mereka berusaha hadir menjadi tanda cinta bagi keluarga lain. Menjadi saluran berkat dan tulang punggung dari kelurga besar dari suami maupun istri. Memang sesuatu hal yang tidak mudah. Tetapi dalam kondisi seperti itu mereka mengalami makna Sakramen Perkawinan yang sesungguhnya lewat jatuh bangun, salah paham, krisis, dsb. Kagum! Itulah kesan yang muncul dari sharing pasutri ini. Mereka mau terbuka membagikan pengalaman hidup berkeluarga termasuk yang pahit dan perjuangan untuk bangkit.
RP. Markus Gunadi, OFM mengharapkan agar tetap teguh dan pasrah akan kehidupan keluarganya kepada Tuhan lewat kekuatan doa. Seperti yang beliau lakukan ketika persoalan-persoalan menimpa keluarganya yaitu gereja sebagai sang mempelai. Hal senada Paus Yohanes Paulus II dalam Pastores Dabo Vobis menyatakan bahwa "tidak berubahnya' intisari dari pentahbisan "membentuk imam menjadi seperti Yesus Kristus Sang Kepala dan Mempelai Gereja." Oleh sebab itu, ia mengatakan, "Gereja, sebagai Mempelai Yesus Kristus, berharap untuk dicintai oleh para imam sepenuhnya dan secara khusus seperti Yesus Kristus Sang Kepala dan Mempelai Gereja mencintainya."
Dalam kehidupan berkelurga, manusia terkadang mudah mengeluh dan menyerah pada keadaan. Tapi dengan dorongan orang-orang yang kita cintai disekitar kita, semangat kita akan bangkit kembali dan meraih kemenangan untuk menjadi keluarga Katolik sejati. Bila kehendak Tuhan yang terjadi halangan apapun akan teratasi demi terwujudnya keluarga bahagia seperti yang dicontohkan oleh keluarga kudus di Nazaret.
Nilai positif dari kegiatan ini adalah sikap untuk membagi suka duka hidup berkeluarga. Pasutri Antunius Gurning dalam sharing bersama Sabtu ( 31/10), memasuki usia perkawinan yang ke-26 tahun, perjalanan kehidupan perkawainan mereka bagaikan sungai yang terus mengalir di saat musim kering. “Mintalah maka kamu akan diberi” itulah yang menjadi menjadi pegangan hidup keluarga ini. Artinya tidak semuanya berjalan mulus tetap ada rintangan-rintangan tinggal caranya saja bagaimana mengolah konfilk itu untuk menjadi berkat yang tak ternilai yaitu dengan ucapan syukur kepada Tuhan.
Sabtu, (28/11) dimana masing-masing pasutri berbagi pengalaman hidup berkeluarga. Keluarga bapak Anton Wibisono dari lingkungan St. Brigita mengisahkan dalam situasi sulit dan waktu yang sempit dan rumah seakan hanya tempat untuk numpang tidur, karena iman akan Kristus, kasih serta perhatian yang besar kepada keluarga dalam usia perkawinan yang ke-17 pendidikan keluarga secara katolik adalah yang utama.
Perjalanan panjang dan penuh lika-liku dialami juga oleh keluarga bapak Hengky dari lingkungan Sisilia. Bagaimana mereka berusaha hadir menjadi tanda cinta bagi keluarga lain. Menjadi saluran berkat dan tulang punggung dari kelurga besar dari suami maupun istri. Memang sesuatu hal yang tidak mudah. Tetapi dalam kondisi seperti itu mereka mengalami makna Sakramen Perkawinan yang sesungguhnya lewat jatuh bangun, salah paham, krisis, dsb. Kagum! Itulah kesan yang muncul dari sharing pasutri ini. Mereka mau terbuka membagikan pengalaman hidup berkeluarga termasuk yang pahit dan perjuangan untuk bangkit.
RP. Markus Gunadi, OFM mengharapkan agar tetap teguh dan pasrah akan kehidupan keluarganya kepada Tuhan lewat kekuatan doa. Seperti yang beliau lakukan ketika persoalan-persoalan menimpa keluarganya yaitu gereja sebagai sang mempelai. Hal senada Paus Yohanes Paulus II dalam Pastores Dabo Vobis menyatakan bahwa "tidak berubahnya' intisari dari pentahbisan "membentuk imam menjadi seperti Yesus Kristus Sang Kepala dan Mempelai Gereja." Oleh sebab itu, ia mengatakan, "Gereja, sebagai Mempelai Yesus Kristus, berharap untuk dicintai oleh para imam sepenuhnya dan secara khusus seperti Yesus Kristus Sang Kepala dan Mempelai Gereja mencintainya."
Dalam kehidupan berkelurga, manusia terkadang mudah mengeluh dan menyerah pada keadaan. Tapi dengan dorongan orang-orang yang kita cintai disekitar kita, semangat kita akan bangkit kembali dan meraih kemenangan untuk menjadi keluarga Katolik sejati. Bila kehendak Tuhan yang terjadi halangan apapun akan teratasi demi terwujudnya keluarga bahagia seperti yang dicontohkan oleh keluarga kudus di Nazaret.
______________________________
(Darius Leka SH/ Koordinator KOMSOS Gereja Katolik Santo Paulus Depok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar