JANGKARKEADILAN.COM, DEPOK – Fransiskus Xaverius Bambang Ismawan, Pendiri dan Ketua Bina Swadaya, sebuah lembaga yang punya misi membangkitkan keberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam aspek sosial-ekonomi.
Karyanya bagaikan pepatah Jawa sepi ing pamrih, rame ing gawe (terus bekerja tanpa pamrih). baru saja merayakan hari ulang tahun ke -45 perkawinannya dengan Sylvia Maria Kwee. Rasa syukur atas ulang tahun perkawinan itu diungkapkan dalam perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Romo Magnis Suseno SJ. Untuk menimba kekayaan rohani pasangan ini dalam mengarungi hidup berumah tangga, Majalah Comunicare mewawancarai FX Bambang Ismawan. Berikut petikannya.
Anda baru saja merayakan ulang tahun ke-45 perkawinan Anda. Bisa dijelaskan apa arti perkawinan menurut Anda?
Bagi saya perkawinan adalah sebuah keputusan. Jadi, mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa perkawinan adalah suatu tugas dari seorang yang sudah dewasa untuk mengarahkan hidupnya untuk membentuk sebuah rumah-tangga. Perkawinan adalah sebuah keputusan untuk mengambil seorang wanita untuk menjadi pasangan hidup. Untuk itu, memang dibutuhkan sikap dan kesiapan untuk memilih orang yang dianggap cocok untuk menjadi pasangan. Sikap itu ada hubungannya dengan pilihan hidup ke depan.
Dulu waktu kuliah di UGM, saya mengambil jurusan ekonomi. Meski belajar tentang ekonomi pada umumnya, tetapi menurut intuisi, saya tidak suka melakukan praktek bisnis biasa. Sebagai seorang aktivis mahasiswa yang sering menyoroti masalah politik, saya segan terjun di bidang politik praktis. Tetapi, ketika saya tertarik dan kemudian terlibat dalam gerakan pemberdayaan masyarakat, saya merasa cocok. Saya menyadari bahwa perjalanan hidup saya kurang lebih perjalanan seorang pekerja yang menghayati hidupnya sebagai peziarahan. Hal itu mempunyai implikasi, pasangan hidup saya harus merasa comfortable dengan itu.
Lalu bagaimana dengan kesetiaan?
Hidup itu kan bukan masalah apakah tenteram, sulit atau gampang. Bukan itu yang menjadi ukuran. Tetapi kebahagiaan itu terletak pada cara menghadapi secara bersama. Senang repot; senang menikmati bersama. Pokoknya apa pun yang terjadi itu dapat dinikmati bersama. Memang kecocokan ke arah itu yang sulit. Tetapi sekali kita merasa cocok dan ke arah yang sama, akan membahagiakan. Kesetiaan itu muncul sebagai konsekuensi dari suatu keputusan. Bagi saya terlalu abstrak bicara tentang kesetiaan. Dalam praksis yang praktis macam itu, menantang sikap yang sebenarnya dapat dirumuskan sebagai kesetiaan.
Menurut Anda, bagaimana kiat menjaga kesetiaan itu?
Kesetiaan pastilah bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan hasil dialog dengan kehidupan itu sendiri. Orang dewasa juga menghitung atas konsekuensi-konsekuensi yang akan dilakukannya. Sepintas, kesetiaan kedengarannya abstrak. Tetapi bagi saya kesetiaan bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan suatu konsekuensi yang sangat konkret. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya bila orang tidak setia satu sama lain. Pasti jauh lebih repot.
Kesetiaan mungkin sesekali membuat kita menderita, namun bila dihayati dengan sikap yang dewasa, hal itu akan membahagiakan juga. Supaya saya terjaga dengan sikap macam itu, saya selalu berusaha menempatkan diri pada jalur pergaulan-pergaulan yang selalu sehat.
Sewaktu saya masih mahasiswa dulu, kadang-kadang tidak masuk kuliah. Namun, saya menempatkan diri bergaul dengan anak-anak pandai. Kalaupun saya tidak menghadiri kuliah, saya ikut belajar bersama dengan mereka-mereka yang pandai, sehingga saya tidak ketinggalan.
Bagaimana melatih kesetiaan itu?
Kita tahu pada umumnya manusia itu lemah. Lebih gambang tidak setia daripada setia. Hal-hal yang mengandung keutamaan itu gampang diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Nah, untuk memelihara hal yang utama itu, kita perlu berada di jalur-jalur yang menghargai keutamaan. Menghargai kesetiaan. Ada peribahasa mengatakan “orang-orang ditentukan oleh siapa teman-temannya”. Maka, pandai-pandailah memilih teman!
Jadi kita harus melatih dan belajar dari orang lain dan supaya apa yang sudah diputuskan itu, tetap dipertahankan. Kedua, kita harus mau menerima prinsip bahwa menerima pasangan itu ya..mau menerima apa adanya. Bukan menerima apa yang saya kondisikan. Kalau kita makin dewasa, kita akan makin menyadari bahwa kita bisa sepakat pada hal-hal tertentu, tapi dalam hal-hal lain kita harus menerima apa adanya. Itu tidak perlu membuat kita risau atau bagaimana. Justru semakin dewasa, kita harus semakin kuat.
Hidup dalam jaman yang banyak memberikan tawaran atau alternatif-alternatif yang pada intinya tidak mempunyai dasar yang mendalama seperti saat ini, memang berat. Bukan tidak mungkin kita memegang prinsip-prinsip yang baik. Kita harus meyakini bahwa meraih ambisi akan lebih tertolong bila kita mempunyai kekompakan dalam keluarga. Itu akan lebih mudah tercapai dari pada kita harus berbohong atau selingkuh macam itu. Itu hanya akan menghabiskan suatu energi yang tidak perlu, atau itu malah suatu tindakan bodoh.
Kesimpulannya?
Hampir tidak perlu dinyatakan bahwa relasi suami-istri itu haruslah berlandaskan cinta. Namun, mengingat perilaku manusia banyak digerakkan oleh pikiran-pikiran tidak sadar yang dipengaruhi oleh lingkungan buruk, maka meditasi sangat penting, karena meditasi membangun atau mengangkat pikiran tidak sadar menjadi lebih sadar. Lebih dari itu, berdoa memohon bimbingan dan kekuatan dari Tuhan harus menjadi kebiasaan.
Di samping itu, saya juga senang membaca berbagai kisah heroism dari orang-orang yang berjuang mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan; kepada keluarga; kepada panggilan hidupnya dalam mengabdi masyarakat. IHS (Majalah ComuniCare, edisi 1 November 2010, halaman 37. Foto: binaswadaya.org)
_________________________
*) FX Bambang Ismawan adalah Pendiri dan Ketua Bina Swadaya, sebuah lembaga yang punya misi membangkitkan keberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam aspek sosial-ekonomi. Karyanya bagaikan pepatah Jawa sepi ing pamrih, rame ing gawe (terus bekerja tanpa pamrih). Beliau adalah umat Paroki St. Thomas, Kelapa Dua, Depok.
Kesetiaan pastilah bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan hasil dialog dengan kehidupan itu sendiri. Orang dewasa juga menghitung atas konsekuensi-konsekuensi yang akan dilakukannya. Sepintas, kesetiaan kedengarannya abstrak. Tetapi bagi saya kesetiaan bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan suatu konsekuensi yang sangat konkret. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya bila orang tidak setia satu sama lain. Pasti jauh lebih repot.
Kesetiaan mungkin sesekali membuat kita menderita, namun bila dihayati dengan sikap yang dewasa, hal itu akan membahagiakan juga. Supaya saya terjaga dengan sikap macam itu, saya selalu berusaha menempatkan diri pada jalur pergaulan-pergaulan yang selalu sehat.
Sewaktu saya masih mahasiswa dulu, kadang-kadang tidak masuk kuliah. Namun, saya menempatkan diri bergaul dengan anak-anak pandai. Kalaupun saya tidak menghadiri kuliah, saya ikut belajar bersama dengan mereka-mereka yang pandai, sehingga saya tidak ketinggalan.
Bagaimana melatih kesetiaan itu?
Kita tahu pada umumnya manusia itu lemah. Lebih gambang tidak setia daripada setia. Hal-hal yang mengandung keutamaan itu gampang diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Nah, untuk memelihara hal yang utama itu, kita perlu berada di jalur-jalur yang menghargai keutamaan. Menghargai kesetiaan. Ada peribahasa mengatakan “orang-orang ditentukan oleh siapa teman-temannya”. Maka, pandai-pandailah memilih teman!
Jadi kita harus melatih dan belajar dari orang lain dan supaya apa yang sudah diputuskan itu, tetap dipertahankan. Kedua, kita harus mau menerima prinsip bahwa menerima pasangan itu ya..mau menerima apa adanya. Bukan menerima apa yang saya kondisikan. Kalau kita makin dewasa, kita akan makin menyadari bahwa kita bisa sepakat pada hal-hal tertentu, tapi dalam hal-hal lain kita harus menerima apa adanya. Itu tidak perlu membuat kita risau atau bagaimana. Justru semakin dewasa, kita harus semakin kuat.
Hidup dalam jaman yang banyak memberikan tawaran atau alternatif-alternatif yang pada intinya tidak mempunyai dasar yang mendalama seperti saat ini, memang berat. Bukan tidak mungkin kita memegang prinsip-prinsip yang baik. Kita harus meyakini bahwa meraih ambisi akan lebih tertolong bila kita mempunyai kekompakan dalam keluarga. Itu akan lebih mudah tercapai dari pada kita harus berbohong atau selingkuh macam itu. Itu hanya akan menghabiskan suatu energi yang tidak perlu, atau itu malah suatu tindakan bodoh.
Kesimpulannya?
Hampir tidak perlu dinyatakan bahwa relasi suami-istri itu haruslah berlandaskan cinta. Namun, mengingat perilaku manusia banyak digerakkan oleh pikiran-pikiran tidak sadar yang dipengaruhi oleh lingkungan buruk, maka meditasi sangat penting, karena meditasi membangun atau mengangkat pikiran tidak sadar menjadi lebih sadar. Lebih dari itu, berdoa memohon bimbingan dan kekuatan dari Tuhan harus menjadi kebiasaan.
Di samping itu, saya juga senang membaca berbagai kisah heroism dari orang-orang yang berjuang mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan; kepada keluarga; kepada panggilan hidupnya dalam mengabdi masyarakat. IHS (Majalah ComuniCare, edisi 1 November 2010, halaman 37. Foto: binaswadaya.org)
_________________________
*) FX Bambang Ismawan adalah Pendiri dan Ketua Bina Swadaya, sebuah lembaga yang punya misi membangkitkan keberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam aspek sosial-ekonomi. Karyanya bagaikan pepatah Jawa sepi ing pamrih, rame ing gawe (terus bekerja tanpa pamrih). Beliau adalah umat Paroki St. Thomas, Kelapa Dua, Depok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar