JANGKARKEADILAN.COM, SURAKARTA – Dari tanggal 20 - 22 Agustus 2009, berlangsung Pertemuan Nasional Forum Masyarakat Katolik Indonesia (Pernas FMKI) VII, di Surakarta, Jawa Tengah. Panitia tidak terlalu siap, peserta juga banyak yang tidak tahu apa itu FMKI. Pernas yang diselenggarakan di Tirtasari Room, Kusuma Sahid Prince Hotel ini, dihadiri sekitar 70 peserta dari seluruh Indonesia. Misa pembukaan oleh Mgr Johannes Pujasumarta, Uskup Bandung.
Ada beberapa indikator ketidaksiapan panitia. Pertama, dalam Pernas FMKI VI di Surabaya, 27 - 29 September 2007, diputuskan bahwa Pernas FMKI VII akan diselenggarakan tahun 2009, di Manado, dengan cadangan Surakarta. Tahu-tahu, ada undangan dari Surakarta, sebagai “tuan rumah” Pernas FMKI VII.
Untunglah, FMKI Manado berbesar hati, tidak meengirim undangan tandingan. Tema Pernas kali ini adalah “Penegasan peran FMKI sebagai mitra Gereja di bidang sosial politik kemasyarakatan”. Para peserta langsung protes, sebab FMKI adalah “bagian” dari Gereja. Maka, Mgr Puja pun meluruskannya: Mitra Hirarki! Dalam Pernas kali ini, Wanita Katolik RI, Peemuda Katolik, dan PMKRI tidak diundang. Satu-satunya lembaga kategorial yang diundang hanya Presidium ISKA. Itu pun, dipaksa harus menjadi “bagian” FMKI KAJ, atau hanya berstatus “peninjau”.
“Klerus Peninjau”
Dalam “pengarahan” pada sore 20 Agustus, panitia juga memposisikan para klerus sebagai peninjau. Maka, Pastor Y.R. Edy Purwanto, Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam KWI pun, tahu diri. Sepanjang Pernas ia duduk di pojokan ruangan sambil mencatat. Delegasi dari Makassar, dalam diskusi di Kelompok A, secara tegas mengatakan: “Di Makassar, klerus yang ada di FMKI merupakan bagian dari FMKI.” Sementara dalam hirarki Gereja, FMKI hanyalah salah satu lembaga kategorial.
Dalam Pernas VII kali ini juga dikemukakan rekomendasi untuk membentuk sekretariat nasional. FMKI, yang lahir dari “Deklarasi Muntilan”, selama ini memang tidak pernah membentuk struktur di tingkat nasional. Bahkan, selama masih memposisikan diri sebagai forum, struktur, juga anggota, menjadi sesuatu yang kontradiktif. Sebab dalam forum, tidak dikenal struktur dan anggota. Struktur dan anggota forum, hanya terjadi pada saat ada pertemuan (misalnya, Pernas). Deklarasi Muntilan merupakan hasil Pertemuan Eksponen Umat Katolik Regio Jawa di Muntilan, Jawa Tengah, tanggal 30 - 31 Mei 1998, yang melahirkan gagasan untuk membentuk Komite Nasional Umat Katolik Indonesia.
Sebagai tindak lanjut Deklarasi Muntilan, pada 12-15 Agustus 1998, diselenggarakan Sarasehehan “Keterlibatan Umat Katolik dalam Kehidupan Sosial Politik – Visi, Tantangan, Kemungkinan” di Jakarta. Dalam penutupan sarasehan inilah dideklarasikan terbentuknya Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), sebagai “Rumah Bersama”, bagi lembaga-lembaga kategorial di dalam Gereja Katolik. Namun dalam perkembangan, pengurus FMKI cenderung eksklusif, dan menganggap bahwa FMKI adalah “rumah mereka sendiri”. Hingga WKRI, Pemuda Katolik, PMKRI, ISKA, bahhkan klerus, hanya dianggap sebagai peninjau. Dalam Pernas VII ini, Pakem - salah satu “motor” pertemuan Muntilan - juga “lupa” tidak diundang.
“Tangga Politik”
Menjelang Pemilu 1999, tercatat ada belasan individu yang mengatasnamakan FMKI dan mencalonkan diri sebagai “Utusan Golongan Katolik di MPR” ke KPU. Padahal, WKRI, Pemuda Katolik, PMKRI, dan ISKA, sebagai pembangun FMKI untuk rumah bersama, tidak pernah mengajukan calon. Satu-satunya calon yang diajukan KWI ke KPU untuk mewakili golongan Katolik di MPR adalah Djoko Wiyono, mantan Ketua DPP ISKA. Maka, WKRI, Pemuda Katolik, PMKRI, dan ISKA bersama-sama menanyakan hal ini ke KWI. Jawab KWI adalah: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada FMKI Nasional. Individu yang mencalonkan diri sebagai anggota MPR utusan Golongan Katolik itu, bukan dari FMKI.”
FMKI adalah forum. Dalam forum, tidak ada struktur, tidak ada anggota, dan tidak ada penyeragaman. Maka, pertanyaan tentang apakah FMKI mengacu pada teritorial hirarki (keuskupan), atau pemerintah (provinsi, kabupaten), menjadi tidak relevan. Sebab Keuskupan Agung Palembang terdiri dari tiga provinsi: Bengkulu, Sumsel, dan Jambi. Sementara di Provinsi NTT ada dua keuskupan agung, dengan delapan keuskupan, termasuk Keuskupan Denpasar. Bukan Keuskupan Bali seperti yang disebut panitia dalam “pengarahan”. Pernas VII kali ini, kembali menunjuk Manado sebagai tuan rumah Pernas FMKI VIII tahun 2011.
__________________________
(F. Rahardi. Sumber: www.hidupkatolik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar