Kamis, 11 Juni 2020

“Cipanas dan Habitus Perlawanan; Gereja, Korupsi, dan Peradaban yang Terancam”


JANGKARKEADILAN, DEPOK – 
Di kaki Gunung Gede, di antara sejuknya udara Cipanas dan riuhnya demokrasi yang kadang kehilangan arah, Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) menggelar Pertemuan Nasional ke-10. Tiga hari, 25–27 November 2016, di Hotel Bintang Raya, Jawa Barat, bukan sekadar berkumpul, tapi merumuskan perlawanan. Tema yang diusung: “Memperkuat Habitus Anti Korupsi bagi Keberlanjutan dan Kemajuan Peradaban Bangsa Indonesia.”

FMKI bukan organisasi massa. Ia tak tunduk pada regulasi administratif Kementerian Dalam Negeri. Ia adalah forum plurasentris, rumah bersama bagi ormas Katolik, LSM, dan individu yang peduli pada nasib bangsa. Di tengah maraknya korupsi yang tak lagi malu-malu, FMKI memilih bicara. Bukan dengan khotbah, tapi dengan seruan moral dan strategi sosial.

Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum. Ia adalah pengkhianatan terhadap peradaban. Maka Gereja, sebagai bagian dari NKRI, tak bisa diam. Di Cipanas, iman bertemu aksi. Doa bertemu data. Nurani bertemu strategi.

FMKI bukan pendatang baru. Sejak lahir pada 15 Agustus 1998 di Jakarta, ia telah menggelar sembilan Pernas sebelumnya:

Tahun

Lokasi

Tema

2000

Yogyakarta

Peranan Awam Katolik dalam Gerakan Sosial Politik

2001

Bali

Otonomi Daerah dalam Kerangka Persatuan Bangsa

2002

Palembang

Partisipasi Masyarakat untuk Negara Bangsa

2003

Jakarta

Keterlibatan Umat di Era Globalisasi

2005

Makassar

Komunitas Mandiri dan Pluritas Budaya

2007

Surabaya

Menelaah Keadaan Bangsa dan Negara

2009

Solo

FMKI sebagai Mitra Gereja Sosial Politik

2011

Manado

Keprihatinan atas Luntur Nilai Kebhinekaan

2015

Medan

Tindak Lanjut Pernas VIII

Pernas X di Cipanas bukan sekadar kelanjutan, tapi klimaks dari perjalanan panjang. Dari refleksi ke aksi. Dari keprihatinan ke perlawanan.

Di negeri yang kadang lebih sibuk mengatur moral pribadi daripada moral publik, korupsi tumbuh seperti jamur di musim hujan. Tapi FMKI memilih jalan sunyi: membangun habitus, bukan hanya hasrat. Karena melawan korupsi bukan soal gebrakan, tapi soal kebiasaan. Soal karakter. Soal keberanian untuk berkata “tidak” ketika semua orang berkata “ya.”

Dan di Cipanas, Gereja bicara. Bukan untuk menggurui, tapi untuk mengingatkan: bahwa peradaban tak dibangun oleh kekuasaan, tapi oleh integritas.

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar