FMKI bukan organisasi massa. Ia tak tunduk pada regulasi
administratif Kementerian Dalam Negeri. Ia adalah forum plurasentris, rumah
bersama bagi ormas Katolik, LSM, dan individu yang peduli pada nasib bangsa. Di
tengah maraknya korupsi yang tak lagi malu-malu, FMKI memilih bicara. Bukan
dengan khotbah, tapi dengan seruan moral dan strategi sosial.
Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum. Ia adalah
pengkhianatan terhadap peradaban. Maka Gereja, sebagai bagian dari NKRI, tak
bisa diam. Di Cipanas, iman bertemu aksi. Doa bertemu data. Nurani bertemu
strategi.
FMKI bukan pendatang baru. Sejak lahir pada 15 Agustus 1998 di Jakarta, ia telah menggelar sembilan Pernas sebelumnya:
|
Tahun |
Lokasi |
Tema |
|
2000 |
Yogyakarta |
Peranan Awam Katolik dalam Gerakan Sosial Politik |
|
2001 |
Bali |
Otonomi Daerah dalam Kerangka Persatuan Bangsa |
|
2002 |
Palembang |
Partisipasi Masyarakat untuk Negara Bangsa |
|
2003 |
Jakarta |
Keterlibatan Umat di Era Globalisasi |
|
2005 |
Makassar |
Komunitas Mandiri dan Pluritas Budaya |
|
2007 |
Surabaya |
Menelaah Keadaan Bangsa dan Negara |
|
2009 |
Solo |
FMKI sebagai Mitra Gereja Sosial Politik |
|
2011 |
Manado |
Keprihatinan atas Luntur Nilai Kebhinekaan |
|
2015 |
Medan |
Tindak Lanjut Pernas VIII |
Pernas X di Cipanas bukan sekadar kelanjutan, tapi klimaks
dari perjalanan panjang. Dari refleksi ke aksi. Dari keprihatinan ke
perlawanan.
Di negeri yang kadang lebih sibuk mengatur moral pribadi
daripada moral publik, korupsi tumbuh seperti jamur di musim hujan. Tapi FMKI
memilih jalan sunyi: membangun habitus, bukan hanya hasrat. Karena
melawan korupsi bukan soal gebrakan, tapi soal kebiasaan. Soal karakter. Soal
keberanian untuk berkata “tidak” ketika semua orang berkata “ya.”
Dan di Cipanas, Gereja bicara. Bukan untuk menggurui, tapi
untuk mengingatkan: bahwa peradaban tak dibangun oleh kekuasaan, tapi oleh
integritas.
Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar