Selasa, 30 Juni 2020

“RUU HIP: Ketika Pancasila Nyaris Ditafsir Ulang”

Pancasila sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita-cita hukum negara, yang merupakan haluan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat dalam tata masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Laksda TNI (Purn), A.R. Tampubolon, S.H., M.H/ Foto: Darius Leka, S.H
.
JANGKARKEADILAN, JAKARTA - Di negeri yang katanya berlandaskan Pancasila, tiba-tiba muncul wacana baru: trisila dan ekasila. Seolah lima sila tak cukup, para pengusul RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ingin meracik ulang dasar negara. Tapi rakyat tak diam. Dari ruang sidang hingga warung kopi, suara protes bergema. Pemerintah pun akhirnya meminta agar pembahasan RUU HIP ditunda.

RUU HIP menuai kontroversi karena tidak mencantumkan TAP MPR No. XXV/MPR/1966 dan justru mengusulkan trisila: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Bahkan menyederhanakannya menjadi ekasila: gotong royong. Sebuah simplifikasi yang terdengar manis, tapi bisa berujung pada dedemologasi ideologi.

“Pancasila itu final. Tidak perlu ditafsir ulang, apalagi diperas jadi satu sila,” tegas Laksda TNI (Purn) A.R. Tampubolon, S.H., M.H.

Dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945, Pancasila adalah dasar negara. TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 menegaskan hal itu. Tampu, mantan Kepala Pengadilan Militer Utama MA RI, mengingatkan bahwa Pancasila bukan bahan eksperimen politik. Ia adalah fondasi, bukan fondue.

Bayangkan jika sila-sila Pancasila adalah jari-jari tangan. Apakah kita akan memotong empat jari demi efisiensi? Trisila dan ekasila terdengar seperti diet ideologis: kurangi nilai, tambahkan tafsir. Tapi bangsa bukan dapur. Dasar negara bukan resep yang bisa diubah sesuai selera.

Tampu mengingatkan bahwa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pernah menjadi panduan resmi. Kini, BPIP hadir sebagai lembaga pembina ideologi. Tapi ia menegaskan: BPIP tidak punya kewenangan untuk menafsirkan atau mengubah Pancasila. Tugasnya hanya membudayakan dan mengimplementasikan.

“RUU HIP seharusnya memperkuat, bukan mengaburkan. Menegaskan, bukan menafsir ulang,” ujar Tampu.

Putusan MK No. 100/PPU-XI/2013 menyatakan Pancasila penting untuk diketahui dan diamalkan. Tapi menjadikannya dasar perubahan politik hukum? Tampu menolak. Ia menyebut itu sebagai langkah yang tidak cocok dan berpotensi merusak keutuhan ideologi bangsa. (Advokat Darius Leka, S.H. M.H. - Wakil Sekjen II BAP JOMA)

#pancasilafinal #janganubahdasarnegara #pancasilahargamati #bapjoma #jangkarkeadilan #foryou #fyp #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar