JANGKARKEADILAN, JAKARTA - Di tengah sunyi kota yang dikurung pandemi, ketika manusia menjaga jarak dan doa menggantikan pelukan, ada kabar yang mengguncang nurani: virus bukan lagi sekadar wabah, tapi senjata. Bukan fiksi ilmiah, ini kenyataan yang diungkap oleh Kepala Pusat Anti-Terorisme CIS, Andrey Novikov, dalam wawancara dengan kantor berita TASS.
“Kelompok teroris internasional menyerukan kepada anggotanya yang terinfeksi
untuk menyebarkan Covid-19 seluas mungkin di tempat umum dan lembaga negara,”
ungkap Novikov.
Jika dulu teroris membawa bom di ransel, kini cukup batuk di keramaian.
Teror tak lagi meledak, tapi menyebar dalam diam. Tak terdengar, tak terlihat,
tapi mematikan. Ini bukan hanya ancaman biologis, tapi juga psikologis.
Ketakutan menjadi senjata, dan publik menjadi sasaran.
Ketika ekonomi runtuh dan pengangguran merajalela, ketika pemerintah sibuk
menambal krisis kesehatan, para ekstremis menyusup lewat celah sosial. Mereka
menawarkan “jawaban” di tengah kekacauan, menjanjikan “makna” di tengah
kehilangan. Radikalisasi agama menjadi pintu masuk, tekanan sosial menjadi
bahan bakar.
“Menurunnya pendapatan dan standar hidup mempermudah perekrutan anggota
baru,” kata Novikov. “Bahkan negara-negara yang sebelum pandemi sudah rapuh,
kini makin rentan.”
Tak perlu senapan, cukup sinyal Wi-Fi. Media sosial menjadi ladang propaganda. Dari balik akun anonim, mereka menyebar ketidakpuasan, menyulut amarah, dan memelintir fakta. Pembatasan sosial dijadikan dalih untuk menyebar narasi anti-pemerintah. Teror kini viral, bukan hanya di jalanan, tapi di linimasa.
Hukum pidana kita belum sepenuhnya siap menghadapi bentuk baru kejahatan
ini. Apakah menyebarkan virus secara sengaja bisa dikategorikan sebagai
terorisme? Atau hanya pelanggaran protokol kesehatan? Di sinilah hukum diuji:
mampu atau tidak menyesuaikan diri dengan wajah baru kejahatan.
Negara yang kuat bukan hanya yang punya rumah sakit megah, tapi juga sistem hukum yang tanggap. Penegakan hukum harus adaptif, intelijen harus proaktif, dan masyarakat harus kritis. Karena di era ini, musuh tak selalu datang dengan senjata. Kadang ia datang dengan demam dan batuk. (Adv. Darius Leka, S.H.)
#virussebagaisenjata #ancamantakterlihat #terorismeeracovid #jangkarkeadilan #foryou #fyp #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar