![]() |
Sejak pukul 17.00, jemaat mulai
berdatangan. Mereka bukan menunggu mukjizat, tapi merayakan kasih. Diperkirakan
1.500 orang hadir, mewakili 11 kecamatan dan 7 aras Kristiani di Kota Depok.
Namun satu kursi kosong menjadi simbol satire: Wali Kota Depok, Nur Mahmudi
Isma’il, batal hadir. Alasannya: ada kegiatan lain. Barangkali hukum kota lebih
sibuk dari hukum kasih.
Tapi jangan khawatir, sebab hadir
Uskup Keuskupan Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM, bersama tokoh-tokoh
lintas sektor: Ketua DPRD Hendrik Tangke Allo, Muspida, KADIN, TNI, POLRI,
pendeta, imam, dan para hamba Tuhan. Mereka tak membawa pasal, tapi pesan.
Tema Natal tahun itu: “Berjumpa
dengan Tuhan dalam Keluarga” (Imamat 26:12). Sub-temanya: semangat berbagi.
Pendeta Aryanto Budiono menulis bahwa perjumpaan pribadi dengan Tuhan akan
memulihkan keluarga. Elisabeth Setyaningsih menambahkan: kasih Tuhan harus
diwujudkan dalam tindakan nyata, tanpa diskriminasi.
RD. Yustinus Dwi Karyanto
mengingatkan bahwa Yesus datang bukan untuk menghukum, tapi menyelamatkan. Ia
prihatin dengan keluarga masa kini yang dingin dalam cinta kasih. Solusinya
bukan hotel mewah, tapi dialog dari hati ke hati. Hukum keluarga bukan soal
akta nikah, tapi soal akta hati.
Uskup Paskalis menyampaikan bahwa
keluarga adalah tempat tumbuhnya benih kasih. Tapi benih itu kini digempur oleh
globalisasi. Iman dan moral harus mewarnai tindakan, termasuk dalam politik.
Gereja Katolik, katanya, tetap merangkul semua orang, termasuk mereka yang
berdosa. Karena di mata Allah, semua sama-sama dicintai.
P
endeta Yosef Sumekto mengajak umat Kristiani untuk mendoakan Kota Depok. Hendrik Tangke Allo, Ketua DPRD, menyebut dirinya bukan politikus, tapi pelayan. Ia menyebut terpilihnya dirinya sebagai “kado Natal dari Tuhan”. Ia mengajak umat Kristiani menjadi garam dan terang bagi Depok, pelopor toleransi, penjaga kedamaian.Natal bukan hanya soal liturgi, tapi
juga legislasi kasih. Ketika hukum formal kadang gagal hadir, hukum spiritual
justru menyala. Di tengah lilin dan paduan suara, hukum kasih berbicara lebih
lantang daripada mikrofon politik. Ia tak mengenal partai, tapi mengenal
penderitaan. Ia tak bicara pasal, tapi bicara pelukan.
Dan barangkali, di sinilah hukum
paling adil: ketika ia hadir dalam bentuk doa, dalam bentuk angklung anak panti,
dalam bentuk drama gereja, dalam bentuk harapan.
Karena hukum yang baik adalah hukum yang bisa menangis bersama umatnya.
Adv.
Darius Leka, S.H. (Pengurus dan Koordinator Bantuan Hukum Forum Komunikasi dan
Kerjsama Umat Kristiani Kota Depok)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar