JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa sejak dari awal Komnas HAM menolak hukuman mati terpidana narkoba. Pasalnya, Indonesia sudah meratifikasi Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ ICCPR). "Indonesia sudah meratifikasi ICCPR melalui legislasi UU Nomor 12 Tahun 2005, tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tentang kewajiban negara tidak melakukan hukuman mati dan menghormati kehidupan," ujar Natalius dalam diskusi "Hukuman Mati: Persimbangan Antara Negara dan Gereja" di Aula Gereja Santo Stefanus, Cilandak, Sabtu (14/3).
Selain Natalius, hadir juga sebagai pembicara Sekretaris Eksekutif HAAK- Konferensi Wali Gereja Indonesia Romo Agustinus Uluhayanan dan Ketua I Forum Masyarakat Katolik Indonesia-Keuskupan Agung Jakarta (FMKI-KAJ) Y. Handoyo Budhisedjati. Diskusi ini dipandu oleh Ketua III FMKI-KAJ Ray Seoharto.
Natalius menegaskan, jika ratifikasi sudah ditandatangani berarti Indonesia harus siap mengikuti standarnya dan menjadi hukum nasional. Dia mengaku ratifikasi setera dengan UU dan KUHAP sehingga harus dijalankan.
Apalagi, katanya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB-) menilai kejahatan narkoba sebagai kejahatan biasa (Ordinary Crime) dan sanksi maksimal hukumannya adalah hukuman seumur hidup, bukan hukuman mati. "Menurut PBB, hukuman mati hanya bisa dilakukan untuk tindakan terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga Sekjen PBB dulu memprotes dan mengirimkan surat menolak hukuman mati ke Indonesia," terangnya.
Negara atau individu, lanjutnya tidak berhak menentukan hidup dan mati seseorang, melainkan Tuhan. Menurutnya, hubungan Indonesia dengan negara-negara lain terganggu. Pasalnya, dunia internasional yang menolak hukuman mati bisa terus menekan Indonesia. "Indonesia membutuhkan dunia internasional. Contohnya Australia. Penetrasi dunia internasional juga merupakan penetrasi kemanusiaan, bukan penetrasi politik atau ekonomi," tandas Natalius.
DPR RI, katanya harus merasionalkan UU yang masih melegalkan hukuman mati, seperti UU Korupsi, UU Narkotika dan UU Perlindungan Anak. "Pijakan pada UUD 1945, Pasal 28 Huruf I UUD 1945 yang menolak hukuman mati dan menghormati kehidupan," jelasnya.
___________________________
(Sumber: Suara Pembaruan. Foto: republika.co.id)
Negara atau individu, lanjutnya tidak berhak menentukan hidup dan mati seseorang, melainkan Tuhan. Menurutnya, hubungan Indonesia dengan negara-negara lain terganggu. Pasalnya, dunia internasional yang menolak hukuman mati bisa terus menekan Indonesia. "Indonesia membutuhkan dunia internasional. Contohnya Australia. Penetrasi dunia internasional juga merupakan penetrasi kemanusiaan, bukan penetrasi politik atau ekonomi," tandas Natalius.
DPR RI, katanya harus merasionalkan UU yang masih melegalkan hukuman mati, seperti UU Korupsi, UU Narkotika dan UU Perlindungan Anak. "Pijakan pada UUD 1945, Pasal 28 Huruf I UUD 1945 yang menolak hukuman mati dan menghormati kehidupan," jelasnya.
___________________________
(Sumber: Suara Pembaruan. Foto: republika.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar