Rabu, 17 Juni 2020

New Normal; Ketika Virus Belum Pergi, Tapi Kita Sudah Sibuk Kembali


JANGKARKEADILAN, JAKARTA – Indonesia bersiap menghadapi kehidupan baru — new normal, katanya. Tapi mari kita jujur: ini bukan normal, ini adaptasi darurat.

Virus belum pergi, grafik belum turun, tapi pasar sudah buka, sekolah sudah ramai, dan masker mulai tergantung di leher.

New normal bukanlah tiket bebas dari pandemi. Ia adalah panggilan untuk hidup lebih waspada, bukan lebih ceroboh.

Banyak daerah belum siap. Protokol kesehatan dilanggar, kesadaran publik masih rendah.

Kita terlalu cepat melupakan ketakutan, dan terlalu lambat belajar dari krisis.

Ahli kesehatan menyebut transisi ini belum terkendali. Tapi kebijakan tetap melaju, seolah virus tunduk pada jadwal birokrasi.

Melihat situasi ini, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) tak tinggal diam. Dalam webinar Dies Natalis ke-62, ISKA mengangkat tiga trisula: kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Ketua Umum ISKA, Hargo Mandirahardjo, menegaskan:

“Kita harus disiplin, peduli, dan produktif. Karena pandemi bukan hanya soal medis, tapi soal moral.”

ISKA bergerak. APD didistribusikan, solidaritas digalang, dan semangat gotong royong dihidupkan.

100% Katolik, 100% Indonesia — bukan sekadar slogan, tapi panggilan.

Agus Suprapto dari Kemenko PMK memaparkan strategi trisula:

  1. Jaringan pengaman sosial
  2. Pengendalian penyebaran di daerah 3T
  3. Survabilitas ekonomi

Tapi strategi tanpa disiplin publik adalah pedang tanpa bilah.

“Hungry man is an angry man,” katanya. Maka jangan biarkan rakyat lapar — baik secara ekonomi maupun informasi.

Adrianus Asia Sidot menyoroti pendidikan di era new normal. Ia mengusulkan paradigma baru:

Rumah panjang, masjid, bahkan warung kopi bisa jadi ruang belajar.
Guru bukan satu-satunya sumber, dan sekolah bukan satu-satunya tempat.

Tapi semua itu butuh jaringan, sinyal, dan arah. Maka blueprint pendidikan harus segera disusun — bukan hanya kampanye, tapi kebijakan.

Yustinus Prastowo bicara lugas:

“Pasar lumpuh, negara harus ambil alih.”
Rp 677 triliun digelontorkan, bansos, subsidi UMKM, dan jaminan kredit disiapkan.

Tapi ingat: uang bukan solusi jika tak sampai ke tangan yang tepat.

Jangan sampai bantuan sosial jadi ajang sosial media, bukan penyelamat ekonomi.

New normal bukan hanya soal masker dan jarak. Ia adalah soal etika publik, soal tanggung jawab sosial, soal hukum yang hidup.

Jangan biarkan hukum tertinggal di belakang protokol.
Jangan biarkan solidaritas kalah oleh ego sektoral.

Mari kita jaga kesehatan, jaga akal sehat, dan jaga semangat kebangsaan.
Karena pandemi ini bukan hanya ujian medis, tapi ujian moralitas bangsa.

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H. (Ketua DPC ISKA Kota Depok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar