Virus belum pergi, grafik belum turun, tapi pasar sudah
buka, sekolah sudah ramai, dan masker mulai tergantung di leher.
New normal bukanlah tiket bebas dari pandemi. Ia adalah
panggilan untuk hidup lebih waspada, bukan lebih ceroboh.
Banyak daerah belum siap. Protokol kesehatan dilanggar,
kesadaran publik masih rendah.
Kita terlalu cepat melupakan ketakutan, dan terlalu lambat
belajar dari krisis.
Ahli kesehatan menyebut transisi ini belum terkendali. Tapi
kebijakan tetap melaju, seolah virus tunduk pada jadwal birokrasi.
Melihat situasi ini, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA)
tak tinggal diam. Dalam webinar Dies Natalis ke-62, ISKA mengangkat tiga
trisula: kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Ketua Umum ISKA, Hargo Mandirahardjo, menegaskan:
“Kita harus disiplin, peduli, dan produktif. Karena pandemi
bukan hanya soal medis, tapi soal moral.”
ISKA bergerak. APD didistribusikan, solidaritas digalang,
dan semangat gotong royong dihidupkan.
100% Katolik, 100% Indonesia — bukan sekadar slogan, tapi
panggilan.
Agus Suprapto dari Kemenko PMK memaparkan strategi trisula:
- Jaringan
pengaman sosial
- Pengendalian
penyebaran di daerah 3T
- Survabilitas
ekonomi
Tapi strategi tanpa disiplin publik adalah pedang tanpa
bilah.
“Hungry man is an angry man,” katanya. Maka jangan biarkan
rakyat lapar — baik secara ekonomi maupun informasi.
Adrianus Asia Sidot menyoroti pendidikan di era new normal.
Ia mengusulkan paradigma baru:
Rumah panjang, masjid, bahkan warung kopi bisa jadi ruang
belajar.
Guru bukan satu-satunya sumber, dan sekolah bukan satu-satunya tempat.
Tapi semua itu butuh jaringan, sinyal, dan arah. Maka
blueprint pendidikan harus segera disusun — bukan hanya kampanye, tapi
kebijakan.
Yustinus Prastowo bicara lugas:
“Pasar lumpuh, negara harus ambil alih.”
Rp 677 triliun digelontorkan, bansos, subsidi UMKM, dan jaminan kredit
disiapkan.
Tapi ingat: uang bukan solusi jika tak sampai ke tangan yang
tepat.
Jangan sampai bantuan sosial jadi ajang sosial media, bukan
penyelamat ekonomi.
New normal bukan hanya soal masker dan jarak. Ia adalah soal
etika publik, soal tanggung jawab sosial, soal hukum yang hidup.
Jangan biarkan hukum tertinggal di belakang protokol.
Jangan biarkan solidaritas kalah oleh ego sektoral.
Mari kita jaga kesehatan, jaga akal sehat, dan jaga semangat
kebangsaan.
Karena pandemi ini bukan hanya ujian medis, tapi ujian moralitas bangsa.
Adv. Darius Leka, S.H., M.H. (Ketua DPC ISKA Kota Depok)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar