Pancasila adalah dasar Negara, dasar filosofi Negara, ideologi Negara, cita hukum Negara dan sumber dari segala sumber hukum Negara.
Namun, seperti kapal yang diberi layar tanpa peta, pertanyaannya: apakah RUU
ini benar-benar akan membawa bangsa ke tujuan bernegara, atau hanya
berputar-putar dalam retorika?
DPP GMNI menyebut Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, cita hukum, dan
sumber dari segala sumber hukum. Tapi selama ini, Pancasila lebih sering
menjadi jargon daripada pedoman.
Ia dikutip dalam pidato, tapi jarang hadir dalam kebijakan.
Ia diajarkan di sekolah, tapi tak dijalankan di birokrasi.
RUU HIP, menurut Ketua Umum GMNI Imanuel Cahyadi, adalah upaya untuk menjadikan
Pancasila sebagai haluan konkret dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembangunan nasional.
“Tanpa haluan, kita hanya berjalan tanpa arah,” katanya.
RUU HIP lahir di tengah badai ideologi: liberalisme, individualisme,
radikalisme agama, intoleransi, politik identitas, dan bahkan bayang-bayang
komunisme.
Semua ini bertentangan dengan jiwa Pancasila — yang mestinya menjadi
pelindung, bukan sekadar poster.
Tapi apakah RUU HIP cukup kuat untuk melawan arus zaman?
Ataukah ia hanya akan menjadi dokumen yang indah di rak, tapi tak berguna di
lapangan?
Secara hukum, RUU HIP berpotensi menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan publik berakar pada nilai-nilai Pancasila. Tapi tantangannya bukan hanya legal-formal, melainkan politis dan filosofis.
Apakah kita siap menjadikan Pancasila sebagai alat ukur kebijakan, bukan
sekadar alat legitimasi?
RUU HIP adalah peluang. Tapi peluang tanpa komitmen hanya akan menjadi
ilusi.
Pancasila harus diturunkan ke dalam tindakan, bukan hanya diangkat dalam
pidato.
Ia harus menjadi kompas, bukan sekadar lambang.
Karena bangsa yang besar bukan hanya yang punya ideologi, tapi yang mampu
menjadikannya hidup dalam setiap keputusan.
Saya bisa bantu ubah artikel ini menjadi skrip video pendek atau carousel
Instagram agar lebih menggugah dan mudah disebarkan ke publik yang lebih luas.
Adv.
Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar