![]() |
Tanggal 1 Desember 2014, di Ruang Rapat VIP Bupati Nagekeo,
sejarah kecil tapi bermakna besar ditorehkan. Forum ini bukan hasil tekanan
donor asing, bukan pula proyek pencitraan. Ia lahir dari kesadaran lokal, dari
tanah yang tahu betul bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan anugerah.
Forum ini bukan sekadar kumpulan anak muda yang gemar
berdiskusi. Ia dibentuk dan dikuatkan oleh Surat Keputusan Bupati Nagekeo Nomor
81/KEP/HK/2014. Artinya, negara hadir bukan sebagai pengatur, tapi sebagai
fasilitator kerukunan. Dalam perspektif hukum tata negara, ini adalah bentuk
konkret pelaksanaan Pasal 28E dan 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan
berkeyakinan.
Di saat banyak daerah sibuk mengurus izin rumah ibadah, Nagekeo justru mengurus izin untuk membangun rumah kerukunan. Ironis, bukan?
Romo Dominikus de Dowa, Ketua FORKAUB, menyebut pemuda
sebagai kunci perdamaian. Bukan karena mereka bebas dari dosa, tapi karena
mereka belum terlalu banyak dilumuri prasangka. Forum ini beranggotakan pemuda
lintas agama dari tujuh kecamatan. Mereka bukan diplomat, bukan akademisi, tapi
mereka tahu cara menyapa “yang lain” tanpa curiga.
Menurut Yan Adu dari Biro Kesra Provinsi NTT, Nagekeo adalah
kabupaten pertama di NTT yang membentuk Forum Lintas Agama. Sebuah prestasi
yang tidak tercatat dalam indeks pembangunan manusia, tapi tercatat dalam
indeks kemanusiaan.
Di negeri yang kadang lebih cepat membakar rumah ibadah daripada
membangun dialog, Forum ini seperti oase. Ia tidak bicara soal siapa yang
paling benar, tapi siapa yang paling peduli. Ia tidak sibuk mengutip kitab
suci, tapi sibuk menghidupi nilai-nilainya.
Mereka tidak bertanya, “Apa agamamu?” tapi “Apa yang bisa
kita lakukan bersama?” Sebuah pertanyaan yang seharusnya menjadi pembuka setiap
rapat kabinet, bukan hanya rapat pemuda.
Forum Pemuda Lintas Agama Nagekeo adalah bukti bahwa hukum
bisa bernapas bersama rakyat. Ia bukan sekadar pasal dan ayat, tapi juga
pelukan dan sapaan. Di tengah dunia yang semakin bising oleh perbedaan, Nagekeo
memilih untuk mendengar suara harmoni.
Dan jika suatu hari Indonesia kehilangan arah, mungkin kita perlu kembali ke gang-gang kecil di Nagekeo, tempat hukum dan kemanusiaan pernah bersatu dalam satu forum.
Adv. Darius Leka,
S.H.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar