Jumat, 12 Juni 2020

Forum Pemuda Lintas Agama Nagekeo; Ketika Kerukunan Tak Lagi Sekadar Wacana


JANGKARKEADILAN.COM, NAGEKEO – Di tengah riuh rendah politik identitas dan retorika kebencian yang kerap menjangkiti ruang publik, Kabupaten Nagekeo justru memilih jalan sunyi: membentuk Forum Pemuda Lintas Agama. Bukan sekadar seremoni, tapi sebuah ikhtiar hukum dan sosial untuk merawat harmoni dalam keberagaman.

Tanggal 1 Desember 2014, di Ruang Rapat VIP Bupati Nagekeo, sejarah kecil tapi bermakna besar ditorehkan. Forum ini bukan hasil tekanan donor asing, bukan pula proyek pencitraan. Ia lahir dari kesadaran lokal, dari tanah yang tahu betul bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan anugerah.

Forum ini bukan sekadar kumpulan anak muda yang gemar berdiskusi. Ia dibentuk dan dikuatkan oleh Surat Keputusan Bupati Nagekeo Nomor 81/KEP/HK/2014. Artinya, negara hadir bukan sebagai pengatur, tapi sebagai fasilitator kerukunan. Dalam perspektif hukum tata negara, ini adalah bentuk konkret pelaksanaan Pasal 28E dan 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Di saat banyak daerah sibuk mengurus izin rumah ibadah, Nagekeo justru mengurus izin untuk membangun rumah kerukunan. Ironis, bukan?

Romo Dominikus de Dowa, Ketua FORKAUB, menyebut pemuda sebagai kunci perdamaian. Bukan karena mereka bebas dari dosa, tapi karena mereka belum terlalu banyak dilumuri prasangka. Forum ini beranggotakan pemuda lintas agama dari tujuh kecamatan. Mereka bukan diplomat, bukan akademisi, tapi mereka tahu cara menyapa “yang lain” tanpa curiga.

Menurut Yan Adu dari Biro Kesra Provinsi NTT, Nagekeo adalah kabupaten pertama di NTT yang membentuk Forum Lintas Agama. Sebuah prestasi yang tidak tercatat dalam indeks pembangunan manusia, tapi tercatat dalam indeks kemanusiaan.

Di negeri yang kadang lebih cepat membakar rumah ibadah daripada membangun dialog, Forum ini seperti oase. Ia tidak bicara soal siapa yang paling benar, tapi siapa yang paling peduli. Ia tidak sibuk mengutip kitab suci, tapi sibuk menghidupi nilai-nilainya.

Mereka tidak bertanya, “Apa agamamu?” tapi “Apa yang bisa kita lakukan bersama?” Sebuah pertanyaan yang seharusnya menjadi pembuka setiap rapat kabinet, bukan hanya rapat pemuda.

Forum Pemuda Lintas Agama Nagekeo adalah bukti bahwa hukum bisa bernapas bersama rakyat. Ia bukan sekadar pasal dan ayat, tapi juga pelukan dan sapaan. Di tengah dunia yang semakin bising oleh perbedaan, Nagekeo memilih untuk mendengar suara harmoni.

Dan jika suatu hari Indonesia kehilangan arah, mungkin kita perlu kembali ke gang-gang kecil di Nagekeo, tempat hukum dan kemanusiaan pernah bersatu dalam satu forum. 


Adv. Darius Leka, S.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar