![]() |
“Nilai-nilai kebhinekaan mulai luntur,” kata mereka. Dan itu
bukan sekadar keluhan, tapi peringatan.
FMKI menyoroti kasus-kasus yang menciderai semangat
kebangsaan. Ketika rumah ibadah dibakar, ketika minoritas dibungkam, ketika
perbedaan dijadikan ancaman, maka Indonesia bukan lagi rumah bersama, tapi
sekadar alamat administratif.
“Kegagalan pemerintah menjaga toleransi menunjukkan
ketidakberdayaan,” ujar mereka. Sebuah kalimat yang menggigit, tapi tak bisa
dibantah.
Pasal 28E UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan
beribadah. Tapi jaminan itu seringkali hanya menjadi teks indah di buku
pelajaran. FMKI menuntut agar hak konstitusional itu ditegakkan, bukan sekadar
dijadikan tanggung jawab moral.
“Harus ada kemauan keras dari pemerintah,” tegas mereka.
Karena tanpa kemauan, hukum hanya menjadi dekorasi.
FMKI mengaitkan intoleransi dengan ketimpangan ekonomi.
Ketika negara membiarkan kapital besar menguasai hak hidup rakyat, maka
intoleransi bukan hanya soal agama, tapi soal keadilan.
“Penegakan hukum jangan jadi transaksi politik,” kata
mereka. Sebuah sindiran tajam terhadap praktik hukum yang lebih tunduk pada
kekuasaan daripada keadilan.
FMKI juga menyoroti konflik di Papua dan daerah lain. Mereka
menegaskan: itu bukan konflik agama. Dan agama jangan dijadikan kambing hitam
untuk pencitraan pemerintahan.
Ini bukan hanya soal narasi, tapi soal tanggung jawab.
Pemerintah harus berhenti menyederhanakan konflik kompleks menjadi isu
sektarian demi kepentingan politik.
Korupsi, menurut FMKI, bukan lagi kejahatan luar biasa. Ia sudah menjadi bagian dari rutinitas politik. Ruang penyelesaiannya kabur, transparansinya hilang, dan pelakunya seringkali naik pangkat.
Jika hukum tak mampu menindak korupsi, maka keadilan hanya
akan menjadi legenda.
Pernyataan FMKI bukan sekadar kritik. Ia adalah panggilan.
Panggilan untuk kembali pada semangat kebangsaan, pada nilai-nilai kebhinekaan,
dan pada konstitusi yang menjamin hak hidup setiap warga.
Karena Indonesia bukan hanya soal wilayah, tapi soal nilai.
Dan nilai itu harus dijaga, bukan dijual.
Salam keadilan,
Adv. Darius Leka,
S.H., M.H.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar