Kamis, 11 Juni 2020

Ketika Kebhinekaan Mulai Retak; Seruan dari Manado


JANGKARKEADILAN, MANADO –
 
Di ujung utara Sulawesi, di kota yang dikenal dengan toleransinya, Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) berkumpul. Bukan untuk merayakan, tapi untuk menyatakan keprihatinan. Pernas ke-8 FMKI di Manado bukan sekadar forum, tapi menjadi mimbar nurani yang menggugat diamnya negara.

“Nilai-nilai kebhinekaan mulai luntur,” kata mereka. Dan itu bukan sekadar keluhan, tapi peringatan.

FMKI menyoroti kasus-kasus yang menciderai semangat kebangsaan. Ketika rumah ibadah dibakar, ketika minoritas dibungkam, ketika perbedaan dijadikan ancaman, maka Indonesia bukan lagi rumah bersama, tapi sekadar alamat administratif.

“Kegagalan pemerintah menjaga toleransi menunjukkan ketidakberdayaan,” ujar mereka. Sebuah kalimat yang menggigit, tapi tak bisa dibantah.

Pasal 28E UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Tapi jaminan itu seringkali hanya menjadi teks indah di buku pelajaran. FMKI menuntut agar hak konstitusional itu ditegakkan, bukan sekadar dijadikan tanggung jawab moral.

“Harus ada kemauan keras dari pemerintah,” tegas mereka. Karena tanpa kemauan, hukum hanya menjadi dekorasi.

FMKI mengaitkan intoleransi dengan ketimpangan ekonomi. Ketika negara membiarkan kapital besar menguasai hak hidup rakyat, maka intoleransi bukan hanya soal agama, tapi soal keadilan.

“Penegakan hukum jangan jadi transaksi politik,” kata mereka. Sebuah sindiran tajam terhadap praktik hukum yang lebih tunduk pada kekuasaan daripada keadilan.

FMKI juga menyoroti konflik di Papua dan daerah lain. Mereka menegaskan: itu bukan konflik agama. Dan agama jangan dijadikan kambing hitam untuk pencitraan pemerintahan.

Ini bukan hanya soal narasi, tapi soal tanggung jawab. Pemerintah harus berhenti menyederhanakan konflik kompleks menjadi isu sektarian demi kepentingan politik.

Korupsi, menurut FMKI, bukan lagi kejahatan luar biasa. Ia sudah menjadi bagian dari rutinitas politik. Ruang penyelesaiannya kabur, transparansinya hilang, dan pelakunya seringkali naik pangkat.

Jika hukum tak mampu menindak korupsi, maka keadilan hanya akan menjadi legenda.

Pernyataan FMKI bukan sekadar kritik. Ia adalah panggilan. Panggilan untuk kembali pada semangat kebangsaan, pada nilai-nilai kebhinekaan, dan pada konstitusi yang menjamin hak hidup setiap warga.

Karena Indonesia bukan hanya soal wilayah, tapi soal nilai. Dan nilai itu harus dijaga, bukan dijual.

Salam keadilan,

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar