Jumat, 12 Juni 2020

“Mafia Peradilan Ibarat Seperti Penyakit Kronis”

JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Upaya reformasi di tubuh Mahkamah Agung dinilai tak berimplikasi langsung dengan praktik jaringan mafia peradilan (judicial corruption). Hal tersebut menandakan masih ada ruang gelap yang dapat dimanfaatkan mafia peradilan untuk membajak putusan pengadilan untuk kepentingan mereka.

Dari perspektif tersebut, nampak bahwa reformasi dunia hukum akan berjalan maksimal ketika internal Peradilan segera berbenah dan mereformasi diri. Salah satu agenda yang mendesak adalah adanya peningkatan akuntabilitas dan transparansi Peradilan melalui Peningkatan Pengawasan Hakim. Keberadaan Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen sesungguhnya memberi harapan baru dalam melahirkan Peradilan yang transparan dan akuntabel.

Hal ini mengingat salah satu wewenang Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam Pasal 24B UUD 1945 hasil amandemen adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Persoalan selama ini adalah. Wewenang ini kemudian dipertegas dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 Tentang Komisi Yudisal, yang berbunyi, “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Menurut Busyro Muqaddas ada empat bentuk modus operandi mafia peradilan yang acap terjadi di peradilan Indonesia. Modus pertama, adalah penundaan pembacaan putusan oleh majelis hakim. Modus kedua, manipulasi fakta hukum. Hakim sengaja tidak memberi penilaian terhadap satu fakta atau bukti tertentu sehingga putusannya ringan, atau bebas. Modus ketiga, adalah manipulasi penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di
persidangan. Majelis hakim, mencari peraturan hukum sendiri sehingga fakta-fakta hukum ditafsirkan berbeda. Modus terakhir, pencarian peraturan perundang-undangan oleh majelis hakim agar dakwaan jaksa beralih ke pihak lain. Terutama pada kasus korupsi.

Kenyataan tersebut mafia peradilan ibarat seperti penyakit kronis. Oleh karena itu sudah saatnya semua anak bangsa mendorong Ketua Mahkamah Agung untuk membuat langkah strategis untuk menyikapi permasalahan korupsi yang marak terjadi di lembaga yudisial. Langkah strategis tersebut tidak hanya dilakukan dengan membentuk tim khusus di bawah badan pengawas MA, melainkan juga bekerjasama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam memetakan jaringam mafia peradilan dan merumuskan sistem pengawasan.

“STOP MAFIA PERADILAN”
Salam SDM Unggul, Indonesia Maju

_______________
Darius Leka, SH.MH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar