![]() |
Mereka datang tanpa undangan, merusak tanpa rencana, dan
pergi tanpa permintaan maaf.
Dalam hukum, peristiwa seperti ini disebut force majeure
atau sebab kahar — kejadian luar biasa yang tak bisa diprediksi, tak
bisa dicegah, dan tak bisa dipersalahkan.
Dalam adagium hukum Latin: Casus a nullo (nomine) praestatur — “Tidak ada seorang pun harus bertanggung jawab atas sesuatu yang terjadi secara kebetulan.”
Artinya, jika sebuah peristiwa terjadi di luar kendali
manusia, maka tidak ada satu pihak pun yang bisa diminta pertanggungjawaban
secara hukum.
Hukum tidak menuntut manusia untuk mengendalikan gempa.
Hukum tidak menyalahkan siapa pun atas badai.
Wabah Covid-19 adalah contoh nyata dari sebab kahar.
Ia bukan hasil kebijakan, bukan produk kelalaian, dan bukan buah konspirasi.
Ia adalah bencana global yang melumpuhkan sistem, bukan
hanya negara.
Maka jika hari ini ada oknum masyarakat yang menyalahkan
pemerintah atas keberadaan virus itu sendiri, maka secara hukum — itu keliru.
Pemerintah bisa dinilai dari respons, bukan dari penyebab.
Negara bisa dikritik atas strategi, bukan atas keberadaan virus.
Kita boleh marah jika bantuan lambat.
Kita boleh kecewa jika protokol tak konsisten.
Kita boleh bertanya jika data tak transparan.
Tapi menyalahkan pemerintah atas munculnya virus adalah
seperti menyalahkan langit atas hujan.
Hukum mengajarkan kita untuk berpikir jernih, bukan
emosional.
Kritik harus berbasis fakta, bukan asumsi.
Gugatan harus berbasis norma, bukan amarah.
Dalam menghadapi bencana, kita butuh solidaritas, bukan
saling tuding.
Kita butuh hukum sebagai penuntun, bukan sebagai alat pelampiasan.
Karena dalam badai, yang paling dibutuhkan adalah arah —
bukan amarah.
Mari kita jaga akal sehat, jaga hukum, dan jaga kemanusiaan.
Karena tidak semua yang menyakitkan harus ada yang disalahkan.
Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar