Selasa, 08 Agustus 2017

Dari Taman Bunga ke Taman Ide; Jonan, ISKA, dan Hukum yang Tak Boleh Muluk-Muluk


JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Minggu sore yang tak biasa. Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, melangkah masuk ke Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Cikini. Baru saja tiba dari Yogyakarta usai menghadiri Asian Youth Day (AYD), Jonan tak menunggu lelah. Ia datang bukan untuk bersantai, tapi untuk menyuntikkan semangat kepada para cendekiawan Katolik yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).

Sebagai Ketua Dewan Kehormatan ISKA periode 2017–2021, Jonan tak datang membawa pidato panjang. Ia datang membawa satu hal: kesederhanaan yang terukur.

Di hadapan 40 Pengurus Presidium Pusat ISKA, Jonan menyampaikan pesan yang terdengar sederhana tapi menggugah: “Buat apa program banyak-banyak kalau hanya dipajang di atas kertas?” Sebuah sindiran halus terhadap budaya birokrasi yang gemar merancang rencana tanpa eksekusi.

Ia menegaskan bahwa program kerja harus praktis, realistis, dan bisa diukur. Satu atau dua program per tahun sudah cukup, asal bisa dijalankan. Karena hukum, seperti energi, tak butuh banyak teori—ia butuh daya untuk bergerak.

Dalam kesempatan itu, Jonan juga meresmikan portal berita jendelanasional.com. Sebuah media digital yang lahir dari semangat kebangsaan ISKA. Tagline-nya: “Merawat Komitmen Kebangsaan.” Sebuah janji yang tak hanya ditulis, tapi diharapkan bisa dijaga.

Jonan menyadari bahwa dunia telah berubah. Media cetak mulai ditinggalkan, dunia virtual merajalela. Maka ISKA pun harus bertransformasi. Karena hukum dan kebangsaan tak boleh tertinggal oleh zaman.

Jonan juga menyinggung pentingnya melibatkan orang muda dalam struktur organisasi. “Orang muda kaya akan pengalaman,” ujarnya. Sebuah kalimat yang mungkin terdengar paradoksal, tapi justru mengandung kebenaran. Pengalaman bukan soal umur, tapi soal keberanian untuk mencoba.

Ia mengapresiasi AYD 2017 yang baru saja digelar di Yogyakarta. Menurutnya, keragaman budaya adalah taman bunga. “Kalau hanya satu, ya namanya kuburan,” katanya. Sebuah analogi yang puitis sekaligus satiris. Karena Indonesia bukan monokultur. Ia adalah simfoni warna yang harus dirayakan, bukan ditakuti.

Di tengah rapat kerja ISKA, Jonan mengingatkan bahwa hukum bukan soal banyaknya pasal, tapi soal keberanian untuk menegakkan keadilan. Bahwa kebangsaan bukan soal jargon, tapi soal komitmen yang dirawat setiap hari.

Dan ISKA, sebagai wadah para sarjana Katolik, punya tugas mulia: menjaga nalar, merawat nilai, dan menyuarakan suara yang sering dibungkam.

Karena di negeri yang gemar membuat rencana, Jonan datang membawa pesan: jangan terlalu banyak cerita. Yang penting, bisa dikerjakan.

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar