Jumat, 07 Juli 2017

Alasan Jakarta Tak Lagi Layak Jadi Ibu Kota Negara

JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Wacana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta selalu muncul dan tenggelam dari berbagai masa pemerintahan. Bahkan sejak awal. Presiden pertama Sukarno merasa Jakarta tak layak jadi Ibu Kota. Ia mengagas, pemindahan ibu kota negara dari Batavia sejak di eranya.  Namun berbagai usulan pemindahan itu selalu kandas,

Tempo mencatat, sejumlah alasan dikemukakan berbagai lembaga soal perlu segeranya  pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke daerah lain. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) misalnya memprediksi Jakarta tenggelam pada 2030 apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memperhatikan keseimbangan ekologis.

Menurut Bappenas, pemindahan ibu kota negara terkait pula dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta sementara mereka berdomisili di pinggiran Jabotabek, yang akan mengakibatkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya 6,5 miliar liter BBM senilai sekitar Rp 30 triliun yang dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap tahun.

Masih menurut Bappenas sampai 2010 sekitar 30 juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 kilometer persegi di Jabodetabek. Atau 15 persen penduduk menempati kurang dari 1 persen wilayah Indonesia.

Sedangkan pemilihan Kota Palangkaraya sudah memenuhi beberapa syarat sebagai ibu kota negara. Menurut Bappenas, Palangkaraya tidak memiliki gunung berapi dan lautan lepas sehingga aman dari ancaman gempa bumi.

Peta Gempa 2010, Kalimantan termasuk wilayah yang paling aman dari zona gempa. Pembangunan jalur kereta api, jalan raya lintas Kalimantan yang akan berdampak bagi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut. Apalagi letak geografis Palangkaraya tepat di tengah wilayah Indonesia.

Berapa biaya yang harus dikeluarkan pemerintah bila melakukan pemindahan ibu kota negara? Ketua Tim Visi Indonesia 2033 Andrianof A. Chaniago pada 2015 lalu pernah mengatakan biaya pemindahan ibu kota sekitar Rp 50 triliun - Rp 100 triliun bisa dikucurkan secara multy years(tahun jamak) dalam jangka 10 tahun atau sebesar Rp 5 triliun - Rp 10 triliun per tahun.


____________________
Sumber: www.tempo.co/ Foto: Istimewa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar