JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia, Amidhan Shaberah, kaget dengan penemuan buku pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk SMA yang mengajarkan paham radikal. Menurut Amidhan, paham radikal mestinya tidak bisa diajarkan di sekolah. Apalagi Islam sangat tidak menyukai tindak kekerasan.
"Tak boleh membunuh begitu saja, Islam itu agama damai," kata Amidhan ketika dihubungi, Jumat, 20 Maret 2015. Menurut Amidhan, dalam ajaran Islam tidak ada aturan tentang membunuh orang kafir. Islam hanya membolehkan jika dalam kondisi perang, umat wajib melawan sebagai upaya mempertahankan diri. Sebab dalam perang, hanya ada pilihan membunuh sebelum dibunuh lawan.
Status perang pun sudah berbeda antara dulu dan sekarang. Perang dalam kondisi saat ini tidak bisa diputuskan oleh orang per orang atau kelompok. "Harus dicatat, Indonesia negara damai, tidak dalam kondisi perang," kata Amidhan.
Walhasil dia meminta masyarakat tak terprovokasi oleh buku pelajaran tersebut. MUI, kata Amidhan, meminta umat Islam di Indonesia meniru Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan perdamaian dengan umat agama lain. "Ajaran Islam itu mengajak manusia masuk ke rumah damai, tidak ada anjuran saling bunuh."
Dalam buku pelajaran tersebut tertulis bahwa umat Islam boleh membunuh umat agama lain atau yang disebut kafir. Buku Pendidikan Agama Islam itu ditemukan dan diajarkan di kelas XI SMA di Jombang, Jawa Timur. Buku terbitan Musyawarah Guru Mata Pelajaran itu pada halaman 78 tertulis, jika orang menyembah selain Allah atau nonmuslim boleh dibunuh.
Tempo telah membandingkan materi dalam buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik dengan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, dan hasilnya sama persis. Dalam buku terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, materi kontroversial itu terdapat pada halaman 170. Sedangkan dalam buku Kumpulan Lembar Kerja terletak pada halaman 78.
_____________________________________
Sumber: www.tempo.co. Keterangan foto: Siswa Siswi membaca buku ajaran baru di sekolah SD 01 Menteng Jakarta, 14 Agustus 2014. Sejak Di mulainya kurikulum baru 2013 ditetapkan, siswa siswi menggunakan buku mata pelajaran yang difotocopy karena keterlambatan distribusi oleh kemendikbud. TEMPO/Dasril Roszandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar