Minggu, 23 November 2025

Surat Putusan Pidana; Ketika Fakta Hukum Menjadi Peluru di Meja Perdata

Saya selalu bilang; "jangan remehkan salinan putusan pidana"

JANGKARKEADILAN,
JAKARTA — Di ruang sidang, kebenaran tak hanya dicari—ia harus dibuktikan. Dan kadang, bukti itu datang dari tempat yang tak terduga: dari ruang sidang lain, dari perkara yang berbeda, dari putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam sistem hukum Indonesia, perkara pidana dan perdata ibarat dua jalur yang berbeda. Yang satu bicara tentang kejahatan terhadap negara dan masyarakat, yang lain soal hak dan kewajiban antar individu. Tapi ketika sebuah peristiwa menyisakan jejak di keduanya, maka satu putusan bisa menjadi lentera bagi perkara lainnya.

Contohnya? Seorang pelaku korupsi divonis bersalah dalam perkara pidana. Lalu negara menggugatnya secara perdata untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Di sinilah salinan putusan pidana menjadi senjata.

Menurut praktik hukum dan yurisprudensi Mahkamah Agung, putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dapat digunakan sebagai alat bukti dalam perkara perdata, terutama untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum atau kerugian.

Dasar hukumnya;

  • Pasal 1917 KUHPerdata: Putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik.
  • Yurisprudensi MA: Beberapa putusan MA menegaskan bahwa putusan pidana dapat dijadikan bukti dalam perkara perdata, terutama jika menyangkut fakta yang sama.

Sebagai advokat, berikut strategi menyisipkan putusan pidana ke dalam gugatan perdata:

  1. Lampirkan salinan putusan pidana yang telah inkracht sebagai bukti tertulis.
  2. Tegaskan keterkaitan fakta antara perkara pidana dan perdata. Misalnya, dalam gugatan ganti rugi, tunjukkan bahwa perbuatan yang merugikan telah terbukti secara pidana.
  3. Gunakan putusan pidana untuk memperkuat unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
  4. Pastikan objek dan subjek hukum relevan, karena putusan pidana tidak otomatis mengikat pihak ketiga yang tidak terlibat dalam perkara pidana.

Putusan pidana itu seperti lonceng gereja: sekali berdentang, gaungnya terdengar ke mana-mana. Tapi jangan salah, hakim perdata bukan pendengar pasif. Ia tetap menilai, tetap menguji. Karena dalam hukum, tak ada “copy-paste” keadilan. Yang ada adalah konsistensi logika hukum.

Sebagai advokat, saya selalu bilang: jangan remehkan salinan putusan pidana. Ia bukan sekadar arsip. Ia bisa jadi peluru hukum yang menembus bantahan di ruang perdata. Karena dalam dunia hukum, kebenaran yang telah terbukti tak boleh dibungkam oleh formalitas.

Darius Leka, S.H.

 

#putusanpidanasebagaibukti #advokatbersuara #hukumterpadu #perdatadengarpidana #keadilanlintasmeja #salinanputusanbukanarsip #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar