![]() |
| Saya selalu bilang; "jangan remehkan salinan putusan pidana" |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Di ruang sidang, kebenaran tak hanya dicari—ia harus dibuktikan. Dan kadang, bukti itu datang dari tempat yang tak terduga: dari ruang sidang lain, dari perkara yang berbeda, dari putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam sistem hukum Indonesia, perkara pidana dan perdata
ibarat dua jalur yang berbeda. Yang satu bicara tentang kejahatan terhadap negara
dan masyarakat, yang lain soal hak dan kewajiban antar individu. Tapi ketika
sebuah peristiwa menyisakan jejak di keduanya, maka satu putusan bisa menjadi
lentera bagi perkara lainnya.
Contohnya? Seorang pelaku korupsi divonis bersalah dalam
perkara pidana. Lalu negara menggugatnya secara perdata untuk mengembalikan
kerugian keuangan negara. Di sinilah salinan putusan pidana menjadi senjata.
Menurut praktik hukum dan yurisprudensi Mahkamah Agung, putusan
pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dapat digunakan sebagai
alat bukti dalam perkara perdata, terutama untuk membuktikan adanya
perbuatan melawan hukum atau kerugian.
Dasar hukumnya;
- Pasal
1917 KUHPerdata: Putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik.
- Yurisprudensi
MA: Beberapa putusan MA
menegaskan bahwa putusan pidana dapat dijadikan bukti dalam perkara
perdata, terutama jika menyangkut fakta yang sama.
Sebagai advokat, berikut strategi menyisipkan putusan pidana
ke dalam gugatan perdata:
- Lampirkan
salinan putusan pidana yang telah inkracht sebagai bukti tertulis.
- Tegaskan
keterkaitan fakta
antara perkara pidana dan perdata. Misalnya, dalam gugatan ganti rugi,
tunjukkan bahwa perbuatan yang merugikan telah terbukti secara pidana.
- Gunakan
putusan pidana untuk memperkuat unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
- Pastikan
objek dan subjek hukum relevan,
karena putusan pidana tidak otomatis mengikat pihak ketiga yang tidak
terlibat dalam perkara pidana.
Putusan pidana itu seperti lonceng gereja: sekali
berdentang, gaungnya terdengar ke mana-mana. Tapi jangan salah, hakim perdata
bukan pendengar pasif. Ia tetap menilai, tetap menguji. Karena dalam hukum, tak
ada “copy-paste” keadilan. Yang ada adalah konsistensi logika hukum.
Sebagai advokat, saya selalu bilang: jangan remehkan salinan putusan pidana. Ia bukan sekadar arsip. Ia bisa jadi peluru hukum yang menembus bantahan di ruang perdata. Karena dalam dunia hukum, kebenaran yang telah terbukti tak boleh dibungkam oleh formalitas.
Darius Leka, S.H.
#putusanpidanasebagaibukti
#advokatbersuara #hukumterpadu #perdatadengarpidana #keadilanlintasmeja
#salinanputusanbukanarsip #jangkarkeadilan #foryou #fyp
#edukasihukum #advokat #shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar