![]() |
| "Dalam hukum, kebenaran bukan soal siapa yang paling keras bersuara, tapi siapa yang paling kuat buktinya" |
JANGKARKEADILAN, JAKARTA — Di panggung republik ini, drama hukum kerap kali lebih menggugah dari sinetron prime time. Kali ini, sorotan tertuju pada Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga dikenal sebagai pakar telematika. Ia bukan tokoh baru dalam dunia kontroversi, namun langkahnya yang belakangan ini menyeret nama Presiden ke-7 RI dalam pusaran tuduhan ijazah palsu, justru menyeret dirinya ke dalam labirin hukum yang pelik dan penuh jebakan.
Roy Suryo, bersama beberapa tokoh lain, mengangkat isu sensitif: dugaan
ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Dalam narasi yang dibangun, mereka mengklaim
memiliki bukti dan analisis yang menunjukkan kejanggalan administratif. Namun,
alih-alih menjadi pahlawan pembela kebenaran, langkah ini justru membuka kotak
Pandora hukum yang menyeret mereka ke status tersangka.
Kubu Roy Suryo menyebut penetapan tersangka sebagai bentuk kriminalisasi.
Mereka menuding adanya “penyelundupan pasal” dalam proses penyidikan, termasuk
pasal-pasal dalam UU ITE yang dinilai tidak relevan dengan substansi tuduhan.
Namun, dalam kacamata hukum, setiap tuduhan publik yang menyasar kehormatan
seseorang, apalagi pejabat negara, harus dibuktikan secara sah dan meyakinkan.
Jika tidak, maka konsekuensinya bukan kriminalisasi, melainkan tanggung jawab
pidana.
Di tengah pusaran ini, muncul wacana restorative justice sebagai jalan
damai. Komisi III DPR bahkan menyebut revisi KUHAP yang baru disahkan membuka
ruang penyelesaian perkara tanpa harus berujung penjara. Namun, langkah ini
ditolak mentah-mentah oleh kubu Roy Suryo. Mereka ingin proses hukum berjalan
tanpa intervensi, seolah ingin membuktikan bahwa mereka bukan sekadar
penggembira politik, melainkan pejuang kebenaran.
Sayangnya, publik tak mudah diyakinkan. Di tengah euforia politik
pasca-pemilu, ketika rakyat mulai menata harapan baru, muncul Roy Suryo dengan
narasi lama yang tak lagi menggugah. Seperti pahlawan kesiangan, ia datang
bukan saat rakyat butuh penyelamat, melainkan saat pesta hampir usai. Dan kini,
ia harus menari di atas panggung hukum yang ia bangun sendiri.
Sebagai advokat, saya mengingatkan: hukum bukan panggung sandiwara. Ia
menuntut integritas, bukan sensasi. Tuduhan tanpa dasar bukanlah keberanian,
melainkan kelalaian. Dan ketika hukum mulai bicara, tak ada ruang bagi retorika
kosong. Roy Suryo dan kawan-kawan kini harus membuktikan bahwa mereka bukan
sekadar pahlawan kesiangan, tapi benar-benar pencari kebenaran.
Karena dalam hukum, kebenaran bukan soal siapa yang paling keras bersuara,
tapi siapa yang paling kuat buktinya.
Darius Leka, S.H.
#pahlawankesiangan #roysuryodanhukum
#carutmarutkeadilan #dramahukumdigital #kebenaranbukansensasi #hukumbicarabukanberkata #ijazahdanijtihad #advokatbersuara #hukumbukanpanggung #keadilantanpadrama #jangkarkeadilan #foryou #fyp #edukasihukum #advokat
#shdariusleka #darkalawoffice #jangkauanluas @semuaorang

Tidak ada komentar:
Posting Komentar