Kamis, 11 Juni 2020

Menghadapi Masalah Kehidupan

Kehidupan ini penuh dengan masalah, baik bersama maupun pribadi.  Penyelesaiannya dilakukan dengan berbagai cara.  Namun, masalah tetap tinggal sebagai masalah dan tidak ada jawaban.
MUNGKINKAH kita bebas dari masalah sehari-hari?  Mungkinkah kita menjalani kehidupan tanpa masalah sedikitpun?

Kita sudah terbiasa menggunakan pikiran untuk menghadapi permasalahan.  Ketika masalah datang, kita menganalisis, membanding-bandingkan, mencari sebab-musababnya, menilai, dan menarik kesimpulan. Kenyataannya, seringkali jawaban intelektual terhadap masalah justru tidak menyelesaikan masalah.

Kita menyaksikan tiada hari tanpa deraan masalah.  Hidup harian menjadi kisah perjuangan yang melelahkan dan tak bermakna, kecuali hanya untuk bertahan hidup.

Orang bisa berganti-ganti ideologi atau agama, tetapi masalah tetap ada.  Orang bisa memperbanyak doa, merenungkan Kitab Suci, menjalani ritual dan laku amal, masalah tetap bercokol.  Orang lari kepada guru-guru spiritual atau dukun, dan berpikir mereka bisa melenyapkan masalah.  Selama semua itu hanya menjadi pelarian dari fakta-fakta kehidupan, bebasnya diri dari masalah hanya tinggal sebagai impian kosong.

Sistim pemikiran apa pun tidak mampu menuntaskan masalah, namun orang terus menggunakan pikiran untuk memecahkan masalah.  Pikiran buruk yang datang biasanya dilawan dengan pikiran yang baik.  Orang suka menghafal dan mengingat-ingat teori-teori tertentu, nasihat-nasihat bijak, teks-teks suci atau rumus-rumus doa tertentu.  Namun itu semua tidak membuat orang bebas dari masalah.

Gerak pikiran
Orang tahu bahwa menyakiti orang lain itu jahat, namun orang tetap saja melakukannya.  Orang juga tahu mencuri itu tindakan yang buruk, namun orang tidak berhenti mencuri.  Orang tahu kegelisahan dan kekhawatiran itu tidak ada gunanya, tetapi pengetahuan itu tidak mampu mengenyahkan kekhawatiran adanya kegelisahan.  Pengetahuan atau pikiran yang baik barangkali bisa mengurangi beban yang ditimbulkan oleh masalah, namun tidak mempunyai kekuatan untuk menghabisi akar masalahnya.

Masalah muncul karena adanya gerak pikiran.  Pikiran sebaik apa pun juga tidak akan membebaskan diri dari masalah karena gerak pikiran adalah akar masalahnya.  Di sana ada ketakutan terhadap fakta kehidupan, keserakahan, pengejaran, keakuan, harapan, keinginan atau ambisi, pelarian, dan seterusnya.

Semua itu adalah gerak pikiran yang adalah gerak keakuan itu sendiri.  Jadi pengetahuan atau pikiran secanggih apa pun tidak akan mampu memberi solusi masalah, dan gerak mencari solusi masalah menciptakan masalah baru.

Upaya untuk keluar dari masalah dengan cara apa pun menimbulkan masalah baru.  Alih-alih mencari solusi masalah, lebih bermakna memahami masalah apa adanya. Ini lebih membantu membongkar setiap pertanyaan dan menyelidikinya tanpa ambisi mencari jawaban atas masalah.

Akar masalah
Untuk memahami masalah, mutlak perlu mengenal diri karena diri adalah akar segala masalah.  Apa yang disebut diri?

Diri adalah akumulasi dari pengetahuan, pengalaman, pikiran, perasaan, reaksi-reaksi batin, kesadaran, kenikmatan, kesenangan, kepahitan, ketakutan, kemelekatan, pelarian, dan seterusnya.  Selama diri ada, di sana ada masalah.  Setiap gerak batin adalah bagian dari keakuan dan itu adalah akar masalahnya.  Kalau diri berakhir, masalah juga akan berakhir dengan sendirinya.  Dan tidak ada jalan untuk membiarkan diri ini berakhir kecuali lewat pengamatan terhadap gerak diri terus-menerus apa adanya.

Diri kita ini terkondisi.  Semua pikiran untuk memahami keterkondisian ini selalu tidak lengkap karena pikiran tidak berbeda dari diri yang terkondisi.  Pikiran baik tidak mampu menghabisi kelekatan diri terhadap keburukan atau kebaikan.  Upaya untuk tidak melekat pada sesuatu adalah gerak yang sama untuk melekat pada sesuatu yang lain.  Gerak keakuan yang mengingini dan mengejar sesuatu masih tetap ada.

Kita selalu berfungsi di dalam lingkup batin yang terkondisi.  Namun pengamatan atau kesadaran terus-menerus atas keterkondisian kita membuat kita bebas.  Kesadaran murni membuat masalah yang akarnya adalah diri ini berhenti.  Dalam beberapa detik atau menit, kita mengalami kebebasan.  Di sana tidak ada lagi keakuan, kelekatan, keinginan, dan seterusnya.

Setelah itu, gerak pikiran datang lagi.  Kalau kita sadari saat itu pula, maka pikiran berhenti.  Begitulah kita mengalami kebebasan sesaat yang disusul oleh gerak pikiran.  Ketika pikiran disadari pada saat kemunculannya, pikiran berhenti.  Demikian proses ini terus berlanjut.

Pikiran kita ini licin bagaikan belut dan cerdik bagaikan ular.  Ia mudah membawa kita berlari dari fakta-fakta kehidupan.  Kesedihan, luka, kenikmatan, kepahitan, dan seterusnya, bukanlah masalah melainkan fakta kehidupan yang kita kenal.  Saat pikiran bergerak untuk mendorong kita menolak atau menerima, melekat atau lari daripadanya, fakta kehidupan itu berubah menjadi masalah.  Pikiran menciptakan masalah dan dengan pikiran yang sama kita mencari penyelesaian masalah.

"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba" (Mrk 13:33).  Nasihat ini berguna sekedar sebagai pengingat bahwa bukan saja pikiran kita ini licin dan cerdik, tetapi juga pikiran dan setiap gerak masalah bisa dipecahkan dengan pemahaman total akan masalahnya.

Kesadaran murni itu seperti jurang yang dalam.  Di dalamnya, seluruh gerak keakuan dan segala masalah yang ditimbulkan berhenti dan tak lagi punya tempat untuk berpijak.  Ia juga berfungsi bagaikan jembatan yang menghubungkan diri yang bebas dari keakuan dengan Yang Tak Dikenal.  Ia datang dengan sendirinya tanpa kita duga.

"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (Mat 24:44).

______________________________
Sumber:  Revolusi Batin Adalah Revolusi Sosial, J. Sudrijanta, SJ, Kanisius, 2009/trinitas.or.id/ Foto: kanisiusmedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar