Minggu, 28 Juni 2020

“Ketika Alam Menulis Hukum: Warisan Yunani yang Terlupakan”

Tokoh filsafat hukum alam dalam zaman Yunani kuno Herakleitos (500 SM)

JANGKARKEADILAN, JAKARTA - Di zaman ketika algoritma lebih dipercaya daripada akal sehat, mari kita menengok sejenak ke masa Yunani kuno — tempat di mana hukum bukan sekadar produk parlemen, tapi gema dari semesta.

Filsafat hukum alam, atau natural law, adalah tiang utama dari pemikiran Yunani. Ia bukan sekadar teori, tapi napas dari peradaban yang percaya bahwa hukum bukan ciptaan manusia, melainkan penemuan dari tatanan kosmik.

Sekitar 500 SM, Herakleitos berdiri di ambang zaman dan bertanya: “Apa hakekat dari segala yang ada?” Jawabannya bukan pasal-pasal, melainkan takdir, tatanan, dan akal sehat duniawi.

Ia melihat alam bukan lagi sebagai substansi tunggal, tapi sebagai jaringan hubungan — sebuah simfoni benda-benda yang saling terikat dalam hukum kodrat.

“Segala sesuatu mengalir,” katanya. Tapi hukum tetap — sebagai arus yang tak bisa dibendung.

Dari pemikiran Herakleitos lahirlah kaum Sophisten — para cerdik pandai yang percaya bahwa hukum harus tunduk pada akal, bukan pada kekuasaan. Mereka mengajarkan bahwa hukum alam adalah fondasi dari semua bidang kehidupan: politik, etika, bahkan seni.

Namun, di zaman sekarang, kaum cerdik pandai sering digantikan oleh kaum cerdik licik.

Hukum bukan lagi soal kebenaran, tapi soal siapa yang lebih lihai menafsirkan pasal.

Sophocles, sang dramawan dan filsuf, menegaskan bahwa hukum alam itu universal, mutlak, dan kekal. Ia berlaku bagi segala bangsa dan masa — tak bisa dibatalkan oleh dekrit, tak bisa diubah oleh mayoritas.

“Tak ada satu bidang kehidupan pun yang luput dari hukum alam,” katanya.
Tapi kini, banyak bidang kehidupan yang luput dari keadilan.

Di tengah hiruk-pikuk regulasi dan revisi undang-undang, kita lupa bahwa hukum sejatinya bukan hanya soal prosedur, tapi soal prinsip.
Hukum alam mengingatkan kita bahwa keadilan bukan produk politik, tapi panggilan nurani.

Mungkin sudah saatnya kita bertanya: Apakah hukum yang kita tegakkan hari ini masih selaras dengan hukum alam?
Atau kita hanya menegakkan pasal, sambil membiarkan keadilan tertidur di kaki dewa?

 

Adv. Darius Leka, S.H., M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar