Minggu, 28 Juni 2020

Hak Mendapatkan Pendidikan Dasar Versus Penggabungan Sekolah (Regrouping)

Foto Ilustrasi: Darius Leka SH
JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA - Pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301) merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Adapun yang dimaksud Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Hak dan Kewajiban Warga Negara
Mengenai hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan Pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional diatur pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 UU Sisdiknas. Hak dan Kewajiban Warga Negara diatur dalam Pasal 5 yang dinyatakan bahwa
  1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
  2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
  3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
  4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
  5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Dari beberapa penelitian, aspek konflik yang terjadi di sekolah atas rencana pemerintah untuk melakukan penggabungan (regrouping) menjadi dampak ikutan dari kebijakan tersebut akibat belum/ tidak dilakukan sosialisasi  dan kajian yang mendalam.

Aspek lain yang mungkin saja terjadi konflik dari akibat penggabungan dua atau lebih sekolah ke dalam satu wadah dikarenakan masing-masing sekolah sebelum digabung sudah memiliki karakter dan budaya yang berbeda.

Di satu sisi, kebijakan tersebut memang cukup efisien dalam meningkatkan mutu dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Di sisi lain, kebijakan tersebut juga menimbulkan berbagai masalah sosial yang timbul sebagai dampak ikutan dari proses regrouping sekolah tersebut karena tidak dilakukan musyawarah terlebih dulu dari kedua belah pihak, para stakeholder sekolah yang akan digabung, misalnya kepala sekolah, guru, komite sekolah, tokoh masyarakat serta perangkat kelurahan/ desa dan Dinas Pendidikan setempat.

Masalah yang Timbul Akibat Penggabungan Sekolah
Rencana penggabungan (regrouping) sekolah di beberapa daerah akhirnya tidak berjalan mulus. Masih menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran), kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan, karena surat keputusan penggabungan sudah diterbitkan tetapi kajian dan sosialisasi kepada para stakeholder sekolah tidak dilakukan secara maksimal. Jumlah penduduk yang semakin banyak perlu kehati-hatian dalam menganalisa indikasi regrouping sekolah sangat diperlukan.

Kebijakan pemerintah untuk regrouping sekolah tertuang dalam SK Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah. Tujuannya adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/ SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar. Kebijakan tersebut sudah dilaksanakan di berbagai sekolah yang dianggap layak untuk di-regrouping dengan berbagai alasan.

Berkenaan dengan Pendanaan Pendidikan Bagian Kesatu Tanggung Jawab Pendanaan Pasal 46 UU Sisdiknas, yang menyatakan bahwa Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kewajiban Pemerintah
Hak dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur pada Pasal 10 UU Sisdiknas bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Ditegaskan dalam Pasal 11 bahwa (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Dari uraian diatas, dengan mencermati fenomena yang berkembang dewasa ini yang sering dijadikan jargon dalam dimensi politik yaitu “Pendidikan Gratis”.

Pendidikan gratis dapat dimaknai sebagai upaya membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik di sekolah sebagai perwujudan dari upaya membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang merupakan hak dari setiap warga Negara sebagaimana anamat UUD 1945 pasal 31.

Hal ini diharapkan menjadi salah satu instrumen untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Pendidikan dasar gratis bagi Indonesia jaminan akses terhadap pendidikan dasar sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu telah diperjelas dan diperinci kembali dalam UU Sisdiknas. Bagi negara maju pendidikan gratis- selain karena tuntutan konstitusi mereka-juga didukung perekonomian negara yang sudah cukup mapan untuk investasi pendidikan.

Pendidikan Gratis
Anggaran pendidikan setidaknya telah mencapai 5-8 persen produk domestik bruto. Sementara di Indonesia investasi pendidikan masih sangat kecil, sekitar 1,3 persen dari produk domestik bruto. Jatah bagi investasi pendidikan semakin kecil lagi lantaran produk domestik bruto sendiri sudah kecil.

Padahal, untuk mewujudkan pendidikan dasar gratis ini memang perlu servis dari pemerintah. Sumber pembiayaan pendidikan dasar gratis dapat berasal dari pemerintah dan pemerintah daerah. Jika ada kesepakatan untuk melaksanakan pendidikan dasar gratis, pada dasarnya pemerintah pusat yang harus membiayai.

Hal ini karena pemerintah pusat sebagai pemegang dana publik terbesar dan birokrasinya masih sangat kuat. Adapun pemerintah daerah harus terlibat karena merekalah yang mempunyai dan menguasai data lapangan. Hanya saja, ada kecenderungan pemerintah pusat tidak mau menyerahkan dana operasional untuk menjalankan pendidikan ke pemerintah daerah.

Di samping itu, pemerintah daerah juga perlu ikut menyisihkan sebagian dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk wajib belajar. Peraturan apa saja yang harus dibiayai dalam pendidikan dasar gratis itu harus jelas pula. Pembiayaan pemerintah setidaknya mencakup tiga komponen, yaitu kurikulum, proses, dan fasilitas belajar.

Kurikulum yang digunakan harus jelas dan disepakati terlebih dahulu sehingga diketahui materi yang akan diajarkan dan besarnya biaya untuk pendidikan. Dengan demikian, penggunaan dana pendidikan menjadi efisien. Kurikulum yang mencakup puluhan mata pelajaran tentu lebih mahal daripada hanya sepuluh pelajaran.

Penutup
Penggunaan kurikulum, seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi masih membingungkan. Pembiayaan proses belajar sudah termasuk persiapan keterampilan, kompetensi, kesejahteraan guru, serta evaluasi hasil belajar. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru merupakan kunci dari pelaksanaan wajib belajar yang bermutu.

Selama ini kedua hal tersebut kurang diperhatikan dengan berbagai alasan. Biaya fasilitas belajar (opportunity to learn) meliputi antara lain buku pelajaran, perpustakaan, gedung, laboratorium, tenaga kependidikan, dan komputer. Fasilitas belajar ini berbeda-beda kebutuhannya dan tidak harus diseragamkan.

_______________
Darius Leka, SH.MH
Referensi:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301)
SK Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah
Siti Supeni, Sosialisasi Kebijakan Program Pendidikan Gratis dan Berkualitas Pada Stakeholder Dan Dewan Riset Daerah/ Litbang Bappeda Kabupaten Wonogiri, Adiwidya, Volume I Nomor 1 - November 2017
Sumedi, Pengelolaan Sekolah Regrouping Sd Negeri Grabag 1, 2, dan 4 Kecamatan Grabag, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012
Murdono, Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping (Studi Situs SDN Gondosuli 2 dan 3 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang), Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012
Aina Mulyana, Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, https://ainamulyana.blogspot.com/2018/06/undang-undang-uu-nomor-20-tahun-2003.html#:~:text=Menurut%20Undang%2DUndang%20(UU),memiliki%20kekuatan%20spiritual%20keagamaan%2C%20pengendalian
Salamadian, Tujuan Pendidikan Nasional Menurut UU. No 20 Tahun 2003, Pengertian & Fungsinya, https://salamadian.com/tujuan-pendidikan-nasional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar