Dalam sambutannya, Menteri Agama mengapresiasi lahirnya sekolah tinggi Katolik negeri yang pertama, karena pendidikan agama mutlak diperlukan dan menjadi perhatian Pemerintah, utamanya Kementerian Agama. Menag menyampaikan para pendiri bangsa telah begitu arif dan bijaknya, menentukan kemudian menjadikan agama sebagai sesuatu yang merekatkan masyarakat yang beranekaragam budaya, bahasa, maupun agamanya. “Indonesia dinilai sebagai bangsa yang religius. Sehingga pendidikan agama menjadi tonggak utama dalam memelihara penghargaan atas perbedaan dan toleransi umat beragama yang pada ujungnya terciptanya kerukunan antar umat beragama,” papar Menag.
Menag pun menyebut, kearifan lokal yang dimiliki Kalimantan Barat, juga bersumber dari nilai-nilai agama yang mengedepankan keadilan dan penghargaan atas perbedaan dan martabat manusia. “Inilah kekhasan bangsa ini, ciri khas dari bangsa ini yang tercermin pula dalam Pancasila, konstitusi, maupun Undang-Undang kita. Semuanya dirujuk pada nilai-nilai agama,” ungkap Menag.
Menurut Menteri, di era globalisasi ini, tantangan semakin kompleks dan persaingan hidup atau kompetisi pun semakin keras. “Lalu kemudian langsung maupun tidak langsung, efeknya agama ikut terbawa-bawa, ikut dipolitisasi, kemudian menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan. Di sinilah tantangan bagi kita umat beragama. Karena sebagian kita, ada yang lalu kemudian khilaf dan menjadikan agama justru bertentangan dengan esensi dan subtasni dari agama itu sendiri. Agama dijadikan alat untuk memecah belah antar sesame, bukan seperti kehendak para penerus kita,” ungkap Menag
Karenanya, lanjut Menag, keberadaan sekolah tinggi agama katolik negeri ini adalah bagian yang sangat signifikan karena memiliki tingkat urgensi dan fungsi bahwa agama tidak semata-mata medium cara kita berkomunikasi dengan Tuhan, namun agama dihadirkan Tuhan agar kita bisa saling menjaga, melindungi, bahkan menghargai, menjunjung tinggi harkat, derajad, dan martabat manusia. Hal inilah yang ditegaskan Menag sebagai fungsi agama.
Senada dengan Menteri Agama, Dirjen Bimas Katolik juga berharap agar kelahiran sekolah keagamaa Katolik negeri pertama ini, dapat melahirkan para ahli-ahli agama yang mampu mengemban amanat para pendahulu dan pendiri bangsa ini dengan ikut memelihara dan menjaga kemajemukan sebagai ciri khas bangsa.
Dalam sejarahnya, Sekolah Tinggi Katolik ini didirikan oleh Uskup Agung Pontianak tanggal 26 Mei 2006 dan bernaung di bawah Departemen Agama Republik Indonesia dengan Izin Operasional Dirjen Bimas Katolik tanggal 12 Juli 2006. Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan yang terakreditasi menurut Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (DITJENBIMAS) Katolik ini, berniat memperluas akses dan jangkauan serta mutu pendidikan tinggi keagamaan dengan melakukan perubahan. Langkah ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan Bentuk Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta (PTAKS) menjadi Perguruan Tinggi Agama Katolik Negeri (PTAKN).
Sebelumnya, sesuai dengan mekanisme perubahan menurut regulasi itu pula, dilakukan pengusulan perubahan bentuk perguruan oleh Pimpinan setempat, dilanjutkan penilaian usulan perubahan bentuk Perguruan Tinggi Katolik oleh Dirjen Bimas Katolik. Pada tahap ini Dirjen melakukan penilaian dan verifikasi usul pendirian PTKN dan menyampaikannya kepada Menteri Agama. Menag kemudian menyampaikan usulan tersebut pada menteri yang bertanggungjawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (Menpan) untuk selanjutnya diusulkan menjadi PTKN pada Presiden.
Dalam rangkaian tahap itu pula, dilakukan peninjauan kesiapan lembaga oleh tim dari masing-masing kementerian, ke lembaga yang semula bernama STP St. Agustinus Pontianak. Dalam kesempatan itu disampaikan bahwa, bahwa lembaga ini ingin mengoptimalkan pelayanan pendidikan tinggi kepada masyarakat tercakup didalamnya sarana prasarana dan peningkatankemampuan tenaga pengajar.
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pendirian Perguruan Tinggi Negeri disebutkan bahwa pembentukan perguruan tinggi baru harus memenuhi persyaratan yakni tersedianya lahan yang bersertifikat yang disediakan oleh Pemda setempat, tersedianya dosen dan tenaga pengajar, tersedianya sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan standar nasional perguruan tinggi, serta mendapat rekomendasi pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/ Kota. Untuk tahap ini, Gubernur Kalimantan Barat menyanggupi penyediaan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan dan mendukung penyelenggaraan lembaga tersebut sebagai sekolah tinggi negeri.
_________________________________
(Darius Leka/ Merry Masang)/ Foto: Dok Vox Point Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar