Jumat, 07 April 2017

Hitam Putih Transportasi Era Ahok

JANGKARKEADILAN.COM, JAKARTA – Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkeras menerapkan sistem pengelolaan satu pintu dalam memberikan pelayanan transportasi massal. Ahok, sapaan Basuki, menyebut lalu lintas ibu kota semrawut karena angkutan publik tidak dikelola bersama dalam satu badan.

Wacana penerapan sistem pengelolaan transportasi massal satu pintu telah dia gaungkan sejak menjabat wakil gubernur DKI mendampingi Joko Widodo 2012 lalu. Ahok cukup ngotot menggabungkan manajemen bus Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), Metromini, dan angkutan kota atau mikrolet di bawah kendali PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta).

Pada Maret 2014, di Balai Kota, Ahok sempat mengatakan realisasi pengelolaan transportasi massal satu pintu itu baru bisa terwujud setelah proyek Mass Rapid Transit (MRT) rampung. Dia kala itu mengidamkan semua angkutan massal bisa terintegrasi dan dinikmati masyarakat hanya dengan satu kali pembayaran. “Kami perkirakan tidak sampai 3 tahun sudah terintegerasi tiketnya. Kami juga malah mau Kopaja dan Angkot tidak perlu pakai bayar lagi, tidak usah nyetor,” ujar Ahok kala itu.

Tiga tahun berlalu, rencana itu tak kunjung terwujud. Pengelolaan Kopaja, Metromini, dan Angkot masih terpisah. Keberadaan tiga jenis angkutan umum itu juga masih banyak, meski pengurangan armada tercatat hampir tiap tahun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, ada 2.410 armada bus besar, 3.125 bus sedang, dan 13.529 armada bus kecil atau angkot pada 2014 lalu. Jumlah tersebut menurun setahun setelahnya, dengan jumlah armada bus besar tersisa 2.396, bus sedang 3.024, dan bus kecil 13.690.

Sejauh ini baru armada milik Kopaja yang berhasil digandeng Pemprov DKI. Itu pun belum semua. Sebagian banyak di antaranya masih berkeliaran di luar koridor jalur Transjakarta. Hingga Desember 2016 ada 306 unit Kopaja yang sudah dikelola oleh Transjakarta. Padahal, bus berwarna hijau-putih di ibu kota itu jumlahnya mencapai hingga 800 unit.

Meski belum semua unit bergabung dalam payung Transjakarta, Kopaja setidaknya mau berkompromi dengan ide yang ditawarkan Ahok. Walaupun pada praktiknya di lapangan, Kopaja yang terintegrasi dalam busway masih menarik ongkos pada penumpang.

Menurut Direktur untuk Indonesia dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto, bus milik Kopaja berhasil dikelola dalam satu atap karena perusahaan tersebut memiliki posisi kuat dalam manajemen modanya. Hal serupa belum bisa diterapkan Pemprov DKI terhadap Metromini dan angkot karena kepemilikan dua jenis angkutan itu dipegang individu yang berbeda-beda.

Yoga mengatakan, saat ini Transjakarta sedang menyusun rencana bisnis untuk ditawarkan kepada para pemilik Metromini agar mau diajak bekerja sama. Jika rencana itu berhasil, pengelolaan satu atap juga akan menyasar angkot dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang.
Para pemilik Metromini itu sedang diarahkan untuk langsung bekerja sama secara individu. Transjakarta akan membentuk business unit, sementara para pemilik metromini itu menjadi stakeholdernya. “Si pemilik bus masih tetap memiliki, tapi busnya baru semua dan ini akan dirawat dan dijalankan oleh Transjakarta. Pendapatannya seperti bagi hasil,” kata Yoga kepada cnnindonesia.com.

Rapor Transjakarta
Penurunan jumlah angkutan umum konvensional berbanding terbalik dengan meningkatnya armada Transjakarta.

Pada 2012 lalu, Transjakarta hanya memiliki 565 bus ukuran besar. Jumlah itu meningkat hingga 669 bus pada 2014, dan 1.022 unit tahun lalu. Penambahan armada Transjakarta diimbangi dengan meluasnya trayek angkutan tersebut. Jalur khusus Transjakarta, atau busway, saat ini tak terbatas pada 12 koridor utama saja.

Ada 80 rute yang dilayani Transjakarta hingga akhir tahun lalu. Jumlah itu meningkat dari 39 rute yang dibuka pada 2015. Ahok juga membebaskan biaya penggunaan Transjakarta bagi anak sekolah yang memiliki Kartu Jakarta Pintar, buruh, dan lansia. Tak hanya itu, layanan gratis juga diberikan pada purnawirawan tentara dan polisi yang memiliki identitas Jakarta.

Namun kemajuan Transjakarta bukan berarti tanpa catatan. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai moda transportasi berbasis bus itu masih perlu dibenahi terutama dari segi operasional, pelayanan, serta infrastruktur. Dari segi standar operasional, MTI mencatat masih ada beberapa koridor busway yang belum steril dari kendaraan lain. Bus Transjakarta kerap terjebak macet di sejumlah ruas jalan sempit yang tak menyisakan lahan untuk jalur bebas hambatan (busway).

Sementara untuk urusan pelayanan, Ombudsman RI menilai masalah utama Transjakarta adalah masih banyak armada bus yang tak nyaman untuk penumpang. "Masih banyak bus yang tak layak dan tak nyaman untuk digunakan," ujar pimpinan Ombudsman Alamsyah Saragih.

Sejak tahun lalu, Transjakarta tercatat telah menjalankan program Transjakarta Care yang mengutamakan pelayanan bagi disabilitas. Layanan tersebut menyediakan angkutan umum gratis bagi penyandang disabilitas untuk bepergian.

Meski demikian, Alamsyah menyebut Transjakarta belum mengakomodir kebutuhan para penyandang disabilitas. Pasalnya, hampir semua pemberhentian koridor tidak disertai fasilitas akses penunjang bagi penyandang disabilitas untuk bisa menuju halte Transjakarta. Persoalan lainnya menyangkut infrastruktur Transjakarta yang dianggap masih harus perlu mendapat banyak perbaikan. Selain banyak kondisi halte yang tidak terawat, insiden rusaknya sejumlah bus Transjakarta, yang seringkali berujung terbakar, juga menjadi perhatian publik.

Menanggapi situasi tersebut, Ahok beserta pasangannya di Pilkada DKI 2017, Djarot Saiful Hidayat, berjanji akan meningkatkan pelayanan transportasi bus dengan penambahan jumlah armada sebanyak 3.000 bus, menambah rute Transjakarta, serta menerapkan fleet management berbasis IT untuk mencapai satu juta penumpang per hari. Pasangan calon nomor urut dua itu juga berjanji mengintegrasikan seluruh operator bus dalam Transjakarta agar standar pengelolaan dan pelayanan bus di seluruh rute bisa bersaing dengan kota-kota maju di dunia serta bisa dievaluasi berkala dengan indikator yang terukur.

____________________________
Darius Leka,SH/ Sumber:  www.cnnindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar